Gua
Jlamprong merupakan salah satu gua karst Gunungsewu yang terletak di Desa Mojo,
Ngeposari, Semanu, Kabupaten Gunungkidul. Gua ini adalah satu dari sekian
banyak gua karst Gunungsewu yang terbilang cukup unik dan ekosistemnya masih sangat
alami.
Memang,
gua ini masih terdengar asing bagi orang awam. Akan tetapi tidak bagi para
peneliti dan kelompok pencinta alam. Gua ini merupakan salah satu gua favorit
bagi para peneliti karena menyimpan keanekaragaman hayati yang cukup tinggi.
Sedangkan bagi para kelompok pencinta alam gua ini juga menjadi salah satu gua
pilihan karena menantangnya track susur gua di dalamnya.
Ruang-ruang
di dalam gua Jlamprong (yang menjadi track susur gua) merupakan suatu sistem
yang ternyata terhubung dengan ruang gua-gua lain. Hingga saat ini, telah
dilakukan pemetaan track susur gua Jlamprong oleh salah satu mahasiswa Fakultas
Ilmu Sosial (FIS) Universitas Yogyakarta. Berdasarkan hasil pemetaan tersebut,
telah diketahui bahwa gua Jlamprong berhubungan dengan gua Gesing dan juga gua
Sinden.
Nama
“Jlamprong” ternyata berasal dari salah satu nama satwa langka yang menurut
cerita masyarakat sekitar pernah tinggal di gua tersebut. Satwa tersebut adalah
“Singa”. Menurut masyarakat sekitar, dahulu pernah hidup dua ekor singa di gua
Jlamprong. Kedua singa tersebut diberi nama Jlamprong oleh masyarakat sekitar. Dahulu
warga enggan dan takut untuk mendekati gua Jlamprong dan hanya mengamati
gerak-gerik Singa dari kejauhan. Singa tersebut kabarnya cukup lama mendiami
gua Jlamprong hingga akhirnya warga menemukan salah satu dari singa tersebut
mati. Singa yang ditemukan mati tersebut selanjutnya dikubur oleh masyarakat di
suatu tempat di gua Jlamprong yang kemudian dikeramatkan.
Selain
Singa, kabarnya di daerah sekitar gua Jlamprong juga banyak ditemui satwa-satwa
langka seperti macan loreng, macan kumbang dan macan cecep. Memang hingga
sekarang belum ada penelitian yang secara gamblang menjelaskan tentang keberadaan satwa-satwa
tersebut. Akan tetapi berdasarkan cerita dari masyarakat, mereka dahulu sangat
sering bertemu dengan macan-macan yang berkeliaran di sekitar kampung mereka.
Namun seiring dengan berjalannya waktu jumlah satwa-satwa tersebut semakin
berkurang dan kini mereka sangat jarang menjumpainya lagi. Walaupun demikian, kabarnya
sekarang masih tetap ada saja warga yang mengaku melihatnya berkeliaran
walaupun memang jumlahnya tak sebanyak dulu.
Selain
karena menjadi persinggahan satwa-satwa liar, ketakutan mendekati gua Jlamprong
juga diakibatkan karenya adanya cerita mistis mengenai gua Jlamprong yang
berkembang di masyarakat. Berdasarkan cerita dari masyarakat sekitar, memang
cukup banyak kejadian-kejadian ganjil yang terjadi di gua Jlamprong. Sebagai
contohnya adalah suatu kejadian ganjil yang dialami oleh mahasiswa UNES yang
mengambil data kelelawar di gua Jlamprong. Kabarnya mereka mengambil sekarung
sampel kelelawar untuk di identifikasi di kampus. Akan tetapi hal ganjil
terjadi ketika sesampainya mereka di kampus. Sekarung kelelawar yang mereka
ambil di gua Jlamprong berubah menjadi sekarung batu (cerita ini bersumber dari
pengurus gua Jlamprong).
Namun
di balik itu semua, gua Jlamprong tetaplah gua yang sesungguhnya menyimpan
banyak sekali potensi, baik dari segi ilmiah maupun estetika. Sedikitnya telah
dilakukan penelitian mengenai bagian dari ekosistem gua Jlamprong oleh anggota
BSG (Biospeleology Studdien Gruppen) UNY pada tahun 2012 yakni meliputi arthropoda,
plankton, fungi dan juga tumbuhan paku. Sedangkan pada tahun 2013 ini dilakukan
penelitian kelelawar oleh anggota BSG UNY.
Kini,
telah terbentuk badan pengurus gua Jlamprong yang sudah jelas struktur
organisasinya. Badan yang beranggotakan masyarakat sekitar gua Jlamprong ini
sedang berupaya mengangkat gua Jlamprong menjadi salah satu objek ekowisata
minat khusus. Telah banyak pelatihan dan sosialisasi yang dilakukan baik oleh
pemerintah daerah maupun pihak-pihak lain yang berkomitmen mengembangkan gua
Jlamprong menjadi gua wisata. Memang, dari segi estetika gua ini menyimpan potensi
besar berupa ornamen-ornamen gua yang sangat indah dan cukup menarik. Selain
itu juga didukung dengan keberagaman dan keunikan ekosistemnya.
Setiap
keputusan yang diambil memang selalu ada risikonya. Itulah yang kini sedang
mengancam gua Jlamprong. Keputusan untuk menjadikan gua Jlamprong menjadi gua
wisata tentu akan menimbulkan berbagai dampak bagi kelestarian gua Jlamprong.
Akan tetapi berdasarkan penjelasan pemandu dan pengelola gua Jlamprong, mereka
akan berusaha dan berkomitmen untuk mejaga kelestarian gua Jlamprong.
Untuk
menjaga kelestarian gua bukanlah perkara yang mudah. Ekosistem gua merupakan salah
satu ekosistem yang sangat sensitif dan akan sangat sulit pulih apabila telah
rusak. Upaya preventif adalah strategi paling jitu untuk menyelamatkan
kelestarian gua Jlamprong. Pembukaan gua Jlamprong menjadi gua wisata hendaknya
dibersamai dengan pengelolaan yang baik yang tidak hanya mengedepankan aspek
ekonomi, akan tetapi juga mengindahkan aspek kelestarian alamnya. Dan hal ini
bisa terjadi apabila pengurus atau pengelola gua Jlamprong mengetahui dan cukup
paham dengan karakteristik dan keadaan ekosistem gua. Disinilah dibutuhkan gotong
royong antara berbagai pihak untuk membentuk sistem pengelolaan gua Jlamprong
yang sesuai harapan baik oleh pemerintah, lembaga swadaya masyarakat, lembaga
pendidikan, siswa dan mahasiswa serta
masyarakat luas.