Akhirnya Bisa Ikut
Impian yang kutulis
untuk menginjakkan kaki di puncak tertinggi pulau jawa pada tahun 2013 akhirnya
tercoret sudah. Sekali lagi kekuatan mimpi menunjukkan kekuatannya.
Sebulan sebelum hari
keberangkatan itu seorang kawan baruku Acong yang dia adalah kawan sahabatku
Jarot mengabarkan berita super bahwa dia sudah mendaftarkan online kami semua
untuk daftar pendakian Mahameru untuk tanggal 27 Juni 2013.
Semula aku merasa petualangan
ini tidak akan terjadi, ya…hanya sebulan waktu yang tersisa untuk mempersiapkan
semua hal. Aku sempat memutuskan untuk tidak ikut dalam petualangan kali ini
karena berbagai masalah, entah biaya, peralatan maupun juga fisik.
Seminggu sebelum hari keberangkatan,
kelasku (IBE 2010 UNY) mengadakan acara makarab di salah satu wisma di kawasan
pantai Parangtritis. Tak kusangka hari itu aku harus mengambil keputusan nekat.
Aku ngobrol dengan 2 kawanku Udin dan Prast mengenai rencana keberangkatan
Jarot ke Mahameru. Namun tak kusangka ternyata Udin pun juga diam-diam
memutuskan untuk turut serta dalam petualangan. Tak lama datang Luna (Rista)
dalam perbincangan ini. Luna, Prast dan aku masih sangat bimbang apakah hendak
berangkat atau tidak. Hingga H-7 ini kami benar-benar masih buta persiapan.
Perbincangan sore
menjelang malam itu berakhir dengan keputusan yang nekat. Ya…akhirnya tanpa
piker panjang aku memutuskan untuk ikut juga dalam petualangan. Luna pun
sepertinya mengambil keputusan yang
sama. Prast masih bimbang apakah mau berangkat atau tidak.
Sebenarnya aku pun juga
belum tentu bisa berangkat. Masalah biaya mungkin aku masih bisa
mengusahakannya. Tapi masalah utama aku belum memiliki perlengkapan semacam
carrier, sepatu dan lain sebagainya. Tidak mungkin aku membelinya karena saat
itu perekonomianku terbilang sedang seret.
Aku berfikir bagaimana
cara untuk bisa mendapatkan alat-alat penting itu. Aku mencoba menghubungi
kawan-kawanku yang juga hobi manjat tapi belum juga ada yang bisa meminjamkan
peralatan itu kepadaku karena ternyata memang musim itu memang musim manjat
sehingga sudah banyak yang dipinjam atau digunakan sendiri.
Luna menyarankanku
untuk meminjam sepatu kepada salah satu kawan (mas Ulul). Ya…aku langsung sms
mas Ulul untuk meminjam peralatannya. Alhamdulillah..mas Ulul bersedia
meminjamkan sepatu tracking nya untukku. Namun mas Ulul tidak memiliki carrier
sehingga aku harus bersikeras mencari lagi siapa kira-kira yang punya dan
bersedia meminjamkan carrier.
Setelah hari itu
sepertinya tubuhku pun sudah tergerak ingin berpetualang lagi. Walau belum
punya pinjaman carrier tapi entah kenapa hasrat untuk berolah raga muncul
begitu saja. Mulai dari H-5 aku sempatkan untuk berjogging setiap sore. Aku pun
terus berusaha mencari uang saku untuk bisa berangkat.
Hingga H-3 aku belum
juga dapat pinjaman carrier. Hari itu Acong sudah tiba di Jogja. Ternyata dia
tidak sendiri. Dia membawa temannya yang juga akan ikut dalam petualangan.
Hebatnya temannya itu cewek. Namanya susah banget disebutnya, tapi nama
panggilannya mae. Melihat mereka aku semakin ingin untuk benar-benar ikut dalam
petualangan hebat ini.
Akhirnya, H-2
keberangkatan Luna mengabarkan kabar gembira karena temannya (Desta) bersedia
meminjamkan carrier untukku. Hari itu juga Bundaku sepertinya mengetahui bahwa
anakknya sangat membutuhkan uang hingga tiba-tiba mengabarkan bahwa Bunda
mengirim sejumlah uang. Wah…Alhamdullilah sekali...datang disaat yang tepat. Sepertinya
lengkap sudah. Dan aku akan berangkat bersama mereka.
Hingga H-1. Prast belum
juga mendapatkan pinjaman carrier dan sepatu. Usaha kerasnya berbuah manis
ketika hari itu akhirnya dia mendapatkan juga pinjaman sepatu dan carrier. Dia
pun akhirnya turut dalam petualangan ini. Dan jelas sudah, petualangan ini
takan dilalui 7 orang yakni Aku, Udin, Prast, Jarot, Luna, ditambah Acong dan
Mae.
Berangkat
menuju Malang.
Rabu malam, 26 Juni
2013 kami telah siap dengan peralatan kami. Dan sebelum berangkat doa bersama
kami panjatkan untuk petualangan hebat ini.
Malam itu juga kami berangkat
menuju Malang. Langkah pertama kami dalam petualangan ini adalah menuju shelter
bus wa trans Jogja. Ya..kami harus naik trans Jogja untuk sampai di terminal
Giwangan. Dan tanpa sadar saat itu jugalah untuk pertama kalinya aku merasakan
naik trans Jogja. Hehe…maklum, orang Jogja tapi baru pertama kali naik tans
Jogja.
Sampailah kami di
terminal Giwangan. Sesampainya disana kami tak menunggu lama. Bus menuju
Surabaya sudah berjajar menunggu penumpang. Sasaran kami adalah bus AC tapi
tarif biasa jadi murah. Hehe…Setelah bertanya dan melego masalah harga tiket
kami pun segera masuk ke bus. Tak lama menunggu akhirnya bus mulai berjalan.
Bismillah…kami pun berangkat menuju Surabaya. Semalaman kami terlelap di dalam
bus.
Kamis pagi, 26 Juni.
Bus yang kami tumpangi mendarat di terminal Surabaya. Kami bergegas turun dan
menuju mushola untuk sholat subuh.
Segera setelah sholat
subuh kami menuju ke tempat antrian bus untuk mencari bus menuju Malang.
Keberuntungan sepertinya berpihak, tanpa menunggu panjang kami langsung
mendapatkan bus bagus dengan harga murah. Tanpa piker panjang kami pun segera
masuk bus dan mencari tempat yang paling nyaman disana.
Dalam perjalanan dari
Surabaya menuju Malang kami disuguhkan dengan pemandangan yang sangat luar
biasa indah. Deretan gunung-gunung nan tinggi terlihat jelas dari kaca bus. Dan
sekelibat muncul satu gunung yang terlihat paling indah, paling berpasir dan
paling tinggi dibanding gunung-gunung disekitarnya. Ya…itulah dia tujuan kami.
Gunung tertinggi di pulau Jawa. Gunung Semeru.
Kembali kami terlelap
dalam perjalanan itu. Sesekali kami terbangun karena rasa lapar yang membelit
yang hanya bisa kami obati dengan canda gurau. Setelah itu kami kembali
memejamkan mata lagi. Hingga akhirnya bus yang kami tumpangi berlabuh di
stasiun Arjosari Malang.
Jadi inilah terminal
Arjosari Malang, Hm…sekilas terminal ini terlihat jauh lebih
kecil dibandingkan dengan Surabaya bahkan dari Giwangan Jogja sekalipun.
Di terminal ini
akhirnya kami bisa mengobati lapar yang membelit perut sejak dari Surabaya
tadi. Sang kenek bus yang kami tumpangi tadi mengantarkan kami ke warung makan
yang katanya lebih murah dibanding dengan yang lain. Kami pun menurut saja dan
mengikuti arah sang kenek.
Tibalah kami di sebuah
warung makan yang letaknya tak jauh dari gerbang masuk terminal. Di warung ini
kami akhirnya bisa makan. Jarot dan Acong tidak turut sarapan tapi langsung
cabut menuju tempat uak jarot yang kabarnya tak jauh dari terminal. Kata Jarot,
Ibunya sedang di sana dan kami sudah disiapkan makanan dan bekal. Terlalu repot
bila kami harus turut kesana semua karena bawaan kami yang bergejibul ini. Jadi
Jarot dan Acong yang pergi, sedangkan kami sarapan di warung sambil menunggu.
Lama kami menunggu
kembalinya Jarot dan Acong. Sudah hampir 2 jam lebih mereka pergi dan belum
juga da tanda-tanda kembali. Beberapa orang menawarkan jasa antar menuju
Tumpang, yang merupakan tempat tujuan kami sebelum ke Ranu Pane. Tetapi kami
belum mau memutuskan karena Jarot dan Acong belum kembali.
Aku berulang kali
mondar-mandir masuk dan keluar warung makan. Aku pandangi dari kejauhan
kegaduhan terminal ini. Terlihat begitu semrawut dan sangat tidak teratur. Jalanan
terminal yang sudah rusak yang apabila ada bus lewat sangat berdebu, parkir bus
yang terlihat sangat tidak teratur, dan antrian penumpang yang sangat semrawut
adalah pemandangan yang terekam oleh lensa mataku saat itu. Begitu keras
sepertinya kehidupan di terminal ini.
Setelah lama sekali
menunggu akhirnya 2 orang itu balik juga. Tapi mereka tak pulang dengan tangan
kosong, mereka membawa cukup banyak bekal makanan buat kami
semua.hehehe..lumayan lah..
Dan ternyata mereka
berdua juga sudah memesan carteran menuju Tumpang. Yah..setelah mereka datang
kita semua langsung cabut menuju mobil carteran itu.
Menuju
Tumpang
Kami bergegas masuk ke
mobil carteran itu. Waktu sudah menunjukkan pukul 11.30 WIT siang dan kabarnya
butuh waktu kurang lebih 2 jam untuk sampai ke Tumpang. Cukup jauh ternyata
perjalanan menuju tumpang.
Dari bilik kaca mobil
kupandangi kehidupan kota Malang. Cukup modern kota ini. Tidak jauh beda dengan
kota-kota besar lain di Indonesia. Macet juga pemandangan biasa sepertinya di
kota ini.
Mobil mulai memasuki
daerah pedesaan, pemandangan diluar sana yang semula penuh bangunan dan
kendaran mulai berubah menjadi pemandangan yang dominan kehijauan. Sawah-sawah
yang penuh tanaman padi dan berbagai tanaman lain menyajikan pemandangan dan
hawa yang amat sejuk. Sepanjang perjalanan kami bercanda gurau dan bercerita
dengan pak sopir. Satu kebiasaan dari anggota tim terlihat jelas ketika si Mae
kembali menghiasi waktunya dengan tidur. Acong bilabg anak ini memang terkenal
sebagai ratu tidur. Setiap ada kesempatan sedikit saja pasti dia tidur.
Yah…begitulah..kami yang lain cuma terheran dengan kebiasaan anak
ini..hehe
Hampir satu setengah
jam perjalanan tiba-tiba mobil berhenti di suatu tempat. Sepertinya belum
sampai di Tumpang, namun entah kenapa mobil ini berhenti. Sang sopir nampak
keluar dari mobil dan menjumpai seorang sopir lainnya yang terlihat berhenti
dari arah berlawanan. Terlihat mereka berdua hendak berdiskusi, entah mengenai
apa. Kami pun juga turun dari mobil dan menggerak-gerakkan tubuh yang mulai merasa
pegal akibat kelamaan duduk.
Sang sopir sepertinya
telah mencapai kesepakatan dengan kawannya itu. Langsung kami diminta kembali
masuk mobil. Kawannya itu juga turut masuk ke dalam mobil. Sepertinya orang
inilah yang akan mengantarkan kami menuju suatu tempat di Tumpang.
Tak lama setelah itu
kami mulai memasuki tumpang. Tidak seperti dalam bayanganku, Tumpang ternyata
masih sangat ramai. Bahkan merupakan daerah padat penduduk. Mobil berhenti di
depan suatu rumah. Nampak dari dalam mobil di depan rumah itu ada serombongan anak
yang sepertinya juga hendak melakukan petualangan ke Semeru. Kami pun diminta
turun disini. Pak sopir menjelaskan
bahwa nanti akan ada truk yang menawarkan jasa menuju Ranu Pani. Dan
serombongan anak disana juga akan menuju Semeru. Mereka juga sedang menunggu
truck itu datang. Kami nantinya akan bersama dengan rombongan itu naik truk
menuju Ranu Pani.
Sangat berbeda dengan yag
kami baca di novel 5 cm yang kabarnya harus naik Jeep untuk bisa sampai Ranu
Pani. Kini truk pun sudah banyak yang menawarkan jasa yang sama. Namun kabarnya
harga yang ditawarkan tetap sama, yakni sekitar 35rb per kepala.
Sambil menunggu truk
datang, kami memanfaatkan waktu untuk berbelanja. Tempat itu terletak dikawasan
pasar Tumpang. Di pasar itu kami membeli beberapa kebutuhan seperti air, sayuran
dan bumbu-bumbu. Karena setelah belanja truk belum juga datang, kami memutuskan
untuk sholat terlebih dahulu. Kami pun menuju salah satu masjid disana untuk
sholat.
Menuju
Ranu Pani
Sekembalinya kami dari
masjid, truk sudah siap. Serombongan anak SMP tadi sudah naik ke truk
sepertinya mereka telah menunggu kami. Kami pun bergegas mengangkat carrier
kami ke truk dan segera menyusul naik ke truk.
Menurut kabar, butuh
kurang lebih 2 jam untuk sampai ke Ranu Pani. Perjalanan menuju Ranu Pani melalui
jalan menanjak yang cukup terjal. Jalan-jalan tersebut sebagian sudah sangat
rusak akibat digunakan oleh truk dan jeep yang berlalu-lalang. Selama
perjalanan itu tubuh kami pun harus bergoyang-goyang mengikuti irama truk yang
bergoyang akibat jalan yang bergelombang. Tak jarang kepala kami pusing
dibuatnya. Kami pun berulang kali harus menghindar dari ranting-ranting pohon
yang memanjang hingga ke jalan. Perjalanan ini mengingatkanku akan perjalanan
menuju Sembalun Rinjani ketika saat itu kami harus naik mobil pick up berbaur
dengan barang-barang belanjaan dengan track yang juga luar biasa terjalnya.
Ya…tapi memang pasti
ada imbalan setiap kesulitan yang didatangkanNya. Disepanjang perjalanan itu
pula kami semua dibuat takjub akan keindahan alam yang begitu menyita mata.
Pemandangan padang savana nan luas dengan bukit-bukit bak lukisan sedikitpun
tak ingin mata kami lewatkan. Begitu luar biasa apa yang terekam oleh mata kami
ini. Sayang sekali kami tak bisa mengabadikan pemandangan indah itu dengan baik
karena truk terus melaju dengan bergoyang-goyang.
Setelah hampir satu
setengah jam kami sampai di TPR. Disini setiap anak dikenai biaya 10rb untuk
dapat masuk ke kawasan wisata TNBTS (Tanaman Nasional Bromo, Tengger, Semeru). Jarot
turun dari truck dan membayarkan retribusi itu ke penjaga. Sementara kami stay
berdiri di bak truk dengan perasaan takjub kami akan pemandangan disekitar
tempat itu yang dihiasi dengan bukit-bukit yang dijadikan tempat berladang oleh
warga. Tak lama sang sopir kembali memegang kendali dan truk mulai bergoyang
pertanda truk kembali melaju.
Hampir 2 jam lebih,
akhirnya truk memasuki kawasan pedesaan. Dikanan-kiri terlihat banyak rumah
yang berjajar. Kulihat papan bertuliskan selamat datang di Ranu Pani.
Ya…sepertinya telah sampailah kami di desa Ranu Pani. Desa terakhir sebelum
jalur pendakian.
Tak lama setelah itu
truk berhenti di sebuah tanah lapang yang sepertinya digunakan untuk taman
parkir. Di tanah lapang itu banyak sekali truk dan Jeep berjejer rapi. Terlihat
dari atas truk sebuah danau yang tidak terlalu besar. Sang sopir cepat memberi
aba kalau kita sudah sampai di Ranu Pani. Dia pun segera membuka pintu belakang
bak truk dan membantu kami menurunkan barang bawaan.
Sampailah kami di Ranu
Pani. Tempat yang dulu hanya bisa kami baca dan kami lihat di film dan novel 5
cm. Tak terasa, sampailah kami di ujung peradaban sebelum kami benar-benar akan
memulai petualangan pendakian ini.
Danau Ranu Pani.
Ukurannya ternyata tidak terlalu besar. Kondisinya juga saat itu tidak terlalu
bersih dan terlihat sudah banyak sampah di danau itu. Seturunnya kami dari
truk, hujan rintik mengguyur. Kami segera melangkahkan kaki untuk menuju post
registrasi pendakian Semeru yang terletak tak jauh dari Danau.
Perasaan lega sedikit
menghias ketika di post registrasi kami jumpai banyak sekali calon pendaki.
Bahkan kami harus mengantri cukup panjang untuk dapat registrasi. Wah sekali,
baru kali ini post registrasi pendakian gunung ramainya seperti antrian mau
nonton bioskop.hahaha
Setelah melengkapi
persyaratan registrasi dan cukup lama mengantri pendaftaran, kami pun telah resmi
terdaftar sebagai pendaki Semeru. Waktu menunjukkan sekitar pukul 14.00 lebih
namun belum terlihat ada pendaki yang memulai pendakian. Kami pun mengambil
inisiatif untuk mengisi energi dulu sebelum memulai petualangan. Lagi pula
perut kami juga sudah mulai berontak lagi. Ya..kami segera membuka bekal yang
dibuat oleh ibu Jarot dan dengan lahap memakannya. Mungkin ini akan menjadi
prosesi makan dan menu makan yang paling benar selama 4 hari kedepan.hehe.
Memulai
Pendakian
Langkah pertama
pendakian akan segera berayun. Jam menunjukkan sekitar pukul 15.00. Aku bersama
rombongan bergegas mengenakan semua atribut dan berbaris melingkar. Dan
akhirnya petualangan hebat ini akan segera dimulai. Ya…petualangan mencapai
titik tertinggi pulau Jawa. Bersama kami kembali mengucap doa berharap yang
Maha Kuasa selalu memberikan kami keselamatan dalam petualangan ini.
Beberapa rombongan
telah berangkat menuju jalur pendakian. Kami pun begitu, segera meluncur menuju
jalur pendakian. Rencana pendakian kami sore ini akan kami lakukan sampai di
Ranu Kumbolo. Disanalah malam itu kami akan bertenda. Menurut informasi yang
kami dapat, butuh sekitar 4-5 jam perjalanan kaki untuk sampai di Ranu Kumbolo.
Wah…lumayan juga.
Semula cuaca cerah
mengiringi perjalanan kami membuat perjalanan terasa menyenangkan. Namun
sepertinya Dia ingin memberikan kami tantangan lebih, hingga akhirnya hujan gerimis mulai turun.
Kami pun segera mengenakan rain coat
masing-masing, ada beberapa dari kami yang terpaksa membiarkan pakaian basah
karena tidak membawa rain coat.
Hujan berganti terang
terus bergantian menghiasi perjalanan kami sore itu. Hingga akhirnya hujan
terus turun dan semakin deras. Langkah kaki kami pun terasa semakin berat.
Hari sudah mulai gelap,
kami bergegas mengeluarkan head lamp dan segala alat penerang. Hujan belum juga
reda dan justru semakin deras. Hawa dingin mulai merasuk menerobos rain coat
dan jaket yang aku kenakan. Carrier dan ayunan kaki terasa sangat berat akibat
basah terkena air hujan. Hingga telapak kakiku terasa begitu dingin, sepertinya
sepatu eiger tebal pinjaman itu pun telah tembus oleh air.
Sekilas ku lihat jam
tangan yang aku kenakan, waktu sudah menunjukkan jam 7 malam. Itu berarti kami
sudah berjalan selama 4 jam dan belum juga ada tanda-tanda sampai. Nafas kami
semakin terengah pertanda oksigen sudah semakin menipis. Lintasan yang dialiri
air hujan dan sangat licin begitu menguras tenaga kami. Belum hawa dingin dan
oksigen yang sudah menipis membuat kami harus lebih sering break untuk
mengumpulkan tenaga.
Sesekali kami jumpai
pendaki lain saling sapa untuk mengobati rasa lelah yang mulai mendera,
sepertinya mereka pun juga merasakan hal yang sama. Sungguh luar biasa
tantangan pendakian malam itu.
Kami terus berjalanan
menyusuri track yang basah dengan berulang kali break. Kami telah melalui 3
post, yakni post 1, 2 dan 3. Kabarnya ada 4 post sebelum Ranu Kumbolo.
Hingga pukul 8 malam
kami melihat cahaya-cahaya kecil bersinar di arah bawah bukit. Tak lama setelah
itu kami temui post 4. Kami berjumpa dengan pendaki lain di post itu dan
bertanya-tanya. Mereka bilang kami sudah sampai di Ranu Kumbolo. Mereka bilang
Ranu Kumbolo ada disebelah bawah sana tempat cahaya-cahaya itu berasal.
Benar-benar tak terlihat danau itu karena gelapnya malam itu. Yang jelas Alhamdulillah
akhirnya sampai juga.
Namun kami harus
berjalan sekitar setengah jam untuk sampai di tempat perkemahan. Wah…masih
harus jalan lagi ternyata. Padahal rasanya kaki dan tubuh ini sudah membeku
karena hawa dingin yang sangat menusuk ini. Kami pun segera bergerak karena
semakin lama kami berhenti akan semakin terasa dingin ini.
Jam 20.30 WIT, akhirnya
kami sampai juga di tempat perkemahan. Kami mencari tempat datar untuk
mendirikan tenda. Dari arah depan pantulan cahaya sesekali terlihat. Jadi
benar, ada danau di depan sana dan danau itu adalah Ranu Kumbolo. Malam ini kami
belum bisa menyaksikan wajah dari danau itu. Kami bergegas mendirikan tenda dan mengganti
pakaian kami yang basah. Sebagian dari kami mulai memasak untuk makan malam.
Makan malam bersama di tenda saat itu terasa sangat nikmat. Setelah itu kami
duduk melingkar didalam tenda dan mengadakan sedikit evaluasi untuk perjalanan
dari Ranu Pani tadi. Dan malam itu, seperti muncul rasa kekeluargaan erat
diantara kami. Kesatuan yang semakin teguh untuk mencapai puncak tertinggi
pulau Jawa.
Ranu
Kumbolo, 28 Juni 2013
Pagi itu hawa dingin
menusuk tulang kami. Mentari belum juga mau menampakkan diri. Tertutup awan
mendung yang sejak malam menghias atap bumi. Rintik hujan masih terus
berjatuhan. Kabut tebal terlihat setia menyelimuti tempat itu. Membuat kami
seakan enggan untuk keluar dari tenda kami yang nyaman. Berdoa kami di dalam
tenda agar mentari segera menampakkan sinarnya agar kami bisa melanjutkan
petualangan ini.
Sekitar pukul 07.30 WIT
doa kami sepertinya didengarNya. Rintik hujan mulai berhenti. Mentari dengan
masih sedikit malu-malu mulai menampakkan wujudnya. Walau masih begitu redup
tapi sungguh terasa hangat di tubuh kami. Serentak kami keluar tenda dan
menyaksikan apa yang sekiranya ada di luar sana. Dan seperti lukisan besar
terpajang didepan sana membuat mata kami terbelalak takjub akannya. Ya…jadi
inilah dia…inilah danau indah yang menjadi dambaan orang-orang itu…Ranu
Kumbolo..
Tiada sanggup berkata
akan keindahan yang menghias mata kami saat itu. Danau yang begitu mempesona.
Airnya sangat jernih. Bukit-bukit berjajar di sekelilingnya. Hamparan luas
rerumputan yang mulai menguning menghias setiap jengkal tanah sekitar danau
itu. Air danau yang kemudian terlihat berasap ketika sang mentari muncul tanpa
malu lagi. Sungguh indah apa yang kami lihat saat itu. Kameraku pun tak
berhenti bekerja.
Lama kami terbuai akan
keindahan itu, hangatnya mentari sekelibat meningatkan kami akan kondisi
barang-barang kami yang basah kuyup akibat perjalanan semalam. Kami pun segera
lari sementara dari keindahan itu dan beralih sibuk menjemur barang-barang kami
itu. Sambil sebagaian menyibukkan diri memasak untuk kami sarapan.
Alhamdulillah, semakin
waktu berjalan semakin mentari memberikan kehangatan lebih. Membuat pakaian
kami yang semula basah kuyup mulai mengering. Walau itu tak cukup untuk
mengeringkan sepatu kami yang sangat tebal.
Setelah sarapan dan
beres me repack ulang bawaan, kami pun siap untuk melanjutkan perjalanan. Oiya…di Ranu Kumbolo kami mendapat
teman-teman baru, mereka adalah rombongan dari Surabaya. Sebelum berangkat kami
pemanasan bersama di tepi danau sambil bersenda gurau. Setelah itupun kami
bergantian saling meminta bantuan untuk mengabadikan kenarsisan kami.
Akhirnya, sekitar pukul
10.00 WIT kami kembali berkumpul membentuk lingkarang, menghaturkan doa sebagai
pertanda kami akan kembali meneruskan petualangan ini.
Bertenda
di Kalimati
Kurang lebih 7 menit
berjalan, terlihat dari kejauhan banyak sekali tenda berwarna-warni berjajar di
tepi danau itu. Yah….ternyata kami baru tau kalau sebenarnya semalam kami bukan
menginap di tempat yang seharusnya. Ternyata diseberang sana ada pos yang
disampingnya tersedia tanah lapang yang luas untuk para pendaki bertenda. Ya maklum saja, semalam kan kami sudah
begitu lelah dan kedinginan. Sehingga ingin cepat-cepat mendirikan tenda dan
beristirahat.
Kami break di post itu.
Subhanallah, ternyata view danau dari tempat ini jauh lebih indah dibanding
tempat tadi. Sunrise akan terlihat jelas disini. Langsung ambil code, nanti
kalo pas pulang ngecampnya bakalan disini.
Setelah cukup
beristirahat, kembali kami berdiri dan mengencangkan segala bentuk pertalian.
Disebelah belakang kami sudah menanti tanjakan yang sangat tinggi. Ya…Tanjakan
Cinta.
Teringat akan kisah
yang diceritakan di novel dan film 5 cm akan kepercayaan akan Tanjakan ini yang
menceritakan bahwa jikalau kita tidak menengok kebelakang selama menaiki
tanjakan ini, maka impian mengenai kisah percintaan kita akan terkabul.
Aku pun iseng-iseng
merancang kata untuk mendaki tanjakan itu. Walau sebenarnya aku sangat ragu
juga dengan keabsahan cerita itu..Haha…Selama aku menanjak terdengar dari
belakang kawan-kawanku pada iseng memanggil namaku agar aku menengok. Tapi aku
sedikitpun tak tergoda. Namun hampir saja Luna berhasil mengelabuhiku, aku
hampir saja menengok karena Luna menyebut ada barangku yang jatuh.
Sialan..hampir saja..tapi untung ndak jadi..hahaha.
Tanjakan ini ternyata
memang lumayan tinggi. Berulang kali aku harus break karena nafasku sangat
terengah. Akhirnya akupun berhasil juga sampai di atas tanjakan cinta. Rasa
lelah secepat kilat terampas oleh keindahan yang aku lihat dari atas. Ya…Ranu
Kumbolo terlihat begitu mempesona dari tempat itu.
Tidak cukup itu, mata
kami kembali dibuat terbelalak akan apa yang kami lihat setelah beberapa menit
melangkah meninggalkan puncak tanjakan cinta. Ya…adalah oro-oro ombo, hamparan
lembah yang ditumbuhi lavender berwarna ungu dengan dihiasi bukit-bukit hijau
disekelilingnya. Sekali lagi, keindahan yang sangat luar biasa. Ini adalah
salah satu pemandangan yang terindah dalam hidupku.
Rencana kami masih
bimbang apakah kami akan ngecamp di Kalimati ataukah Arcopodo. Kami beberapa
kali bertanya kepada pendaki lain mengenai hal ini. Banyak dari mereka
menyarankan agar kami ngecamp di Kalimati. Menerut mereka ada beberapa alasan yang
membuat mereka lebih memilih ngecamp di Kalimati. Yang pertama karena di
Arcopodo sudah tidak ada sumber air lagi dan yang kedua karena badai yang
sering melanda kawasan Arcopodo. Hum..ternyata cukup ngeri juga ya...Padahal
kalau di novel 5 cm para tokohnya ngecamp di Arcopodo. Kami pun akhirnya
memutuskan untuk ngecamp di Kalimati saja.
Perjalanan menuju
Kalimati menyajikan pemandangan yang cukup beragam. Dimulai dari keindahan
oro-oro ombo, hutan yang penuh dengan pohon cemara (cemoro kandang), hutan yang
sepertinya sudah mati penuh pohon-pohon besar yang tumbang, dan jurang-jurang.
Tanjakan landau hingga terjal cukup mendominasi. Kami sering kali harus rehat
untuk memulihkan tenaga. Disela-sela rehat, kami berjumpa dengan serombongan
pendaki yang datang dari arah yang berlawanan. Sepertinya mereka sudah
menyelesaikan petualangan. Tiba-tiba mereka bertanya, “mau muncak mas? ” “Iya
mas, rencana mau muncak,”jawabku. Hati-hati ya mas, semalam badai. Kalau badai
mending turun aja mas, bahaya.” Nasehat mereka. Mendengar cerita mereka akan
badai yang menerjang mereka ketika mereka summit attack membuat ketakutan
mendera hati kami. Pendaki sekelas mereka saja sampai seperti itu. Apalagi
kita. Entah kenapa kekhawatiran sedikit menyelimuti hati kami semenjak
mendengar cerita pendaki tadi. Namun kami tetap melangkah, walau entah kami
nanti jadi atau tidak untuk berjuang hingga puncak kami.
Sudah cukup lama kami
berjalan, namun belum terlihat sama sekali dimanakah puncak tertinggi Jawa itu.
Selama perjalanan kami pun hanya bertanya-tanya dan menggumam dalam hati,
seperti apakah perjalanan menuju puncak nanti.
Dan akhirnya pertanyaan
kami itupun terjawab. Ketika kami break di salah satu post, kami akhirnya bisa
melihat puncak itu dari kejauhan. Subhanallah…sungguh gunung yang megah.
Terlihat gunung itu dihiasi oleh pasir. Hampir setengah lebih dari badan gunung
yang terlihat mata kami itu dihiasi pasir. Dan itulah tantangan yang harus kami
lalui nanti jikalau kami memutuskan untuk berjuang hingga puncak.
Tak lama kami berjalan
dari post itu, aku yang berjalan paling depan melihat disebelah kiri track ada
sebuah kali yang memanjang. Tak lama setelah itu beberapa tenda terlihat dari
kejauhan. “Kalimati” batinku. Kami terus berjalan hingga kami menemui plang
bertuliskan “Kalimati”. Alhamdulillah, akhirnya samapai juga kami di Kalimati.
Sesampainya kami
disana, kami disuguhi dengan pemandangan yang membawa kami dalam dilemma.
Ya…dari kalimati terlihat jelas badan gunung itu. Dari sini terlihat lebih
jelas dan besar. Terlihat seperti ada goresan di badan gunung itu, “itu
tracknya”!!sebutku. Sungguh, sepertinya akan menjadi perjuangan yang luar biasa
bila kami memutuskan untuk berjuang hingga puncak.
Di Kalimati kami segera
mendirikan tenda dan mencari kayu bakar untuk membuat perapian. Hawa dingin
sangat terasa disini. Kami harus membuat perapian untuk menghangatkan tubuh.
Lalu sebagian dari kami mulai memasak dan sebagian lainnya pergi ke sumber air
untuk mengambil persediaan air. Sebagian dari kami juga menjemur pakaian dan
sepatu kami yang sebagian masih basah.
Mentari mulai kembali
sembunyi, terang tak terasa mulai berganti gelap. Kami berkumpul di dalam tenda
untuk berdiskusi akan langkah yang akan kami ambil selanjutnya.
Summit
Attack
Pukul 11 malam kami
terbangun oleh alarm yang memang sengaja kami setting. Baru sebentar rasanya
kami terlelap, tapi kami harus cepat bangun. Diskusi yang kami lakukan sebelum
tidur tadi membawa satu keputusan untuk tetap melanjutkan langkah menuju puncak
tertinggi Jawa.
Luna dan Mae sudah
bangun duluan. Wanita-wanita pemberani ini sudah sibuk mempersiapkan makan
sejak mereka bangun tadi. Kami para lelaki tinggal bangun dan makan saja.
Makan malam itu terasa
hambar. Entah kenapa tapi rasanya mulut sangat tidak enak untuk makan. Tapi
bagaimanapun kami harus makan. Menurut kabar yang kami dengar, summit attack
membutuhkan waktu sekitar 8 jam. Kami harus mengisi energy untuk melakukan
perjalanan sejauh itu.
Sekitar jam 12 malam
kami sudah siap dengan atribut kami. Pakaian ekstra tebal, sepatu, sarung
tangan dan segala bentuk penghangat kami tempelkan ke badan kami. Sangat dingin
suasana pada dini hari itu. Kami kembali berdiri melingkar, memanjatkan doa
sebagai pertanda langkah kami menuju puncak akan segera dimulai.
Dan benar, tekad kami
sudah membulat dan apapun yang terjadi kami tetap akan melangkah menuju puncak.
Satu, dua, tiga diikuti langkah selanjutnya membawa kami menjauh dari Kalimati.
Tidak lama kami
berjalan melewati lembah, kami dihadapkan dengan track tanjakan yang diselimuti
hutan. Tanjakan terus hadir membuat kami harus sering kali break untuk menghela
nafas. Nafas kami sesak, sepertinya oksigen masih sangat tipis karena kami
harus berebut dengan pohon-pohon disekeliling kami.
Berulang kali kami
harus break karena Mae sering tidak kuat, dia sedang datang bulan. Pastinya
sangat berpengaruh terhadap kondisi fisiknya.
Hampir 4 jam lebih kami
berjalan menyusuri hutan dengan track yang menanjak, kami akhirnya sampai di
Arcopodo. Kami kembali menjatuhkan tubuh kami ke tanah, sangat lelah rasanya.
Jadi inilah Arcopodo, tanah lapang yang tidak terlalu luas diantara hamparan
tanah yang terjal. Terlihat ada beberapa tenda berdiri, jadi masih ada yang
ngecamp disini.
Aku berdiri karena
terlihat olehku sebuah papa nada diseberang sana. Aku menghampirinya. “In
memoriam….”, tulisan itu sempat membuat bulu kuduku berdiri. Hati menjadi
bergetar akannya. Ternyata benar pernah ada pendaki yang meninggal disini. Aku
hanya menutup mata, bibir dan hati seketika mengucap doa. “Ya Rab..berilah
hambamu kekuatan, kuatkanlah kaki dan tekad kami untuk menggapai puncak
tertinggi jawa. Akan kami lanjutkan perjuanganmu kawan!”batinku dalam hati.
Cukup lama kami kami
membaringkan tubuh di Arcopodo, kami harus segera melanjutkan langkah kaki.
Masih separuh jalan lebih track yang harus kami daki untuk mencapai puncak.
Track yang sama kami lalui, track menanjak yang diselimuti hutan. Beberapa kali
kami jumpai papan bertuliskan in memoriam. Membuat hati dan mulut kami terus
menghaturkan doa.
Terlihat didepan sana
track berbeda mulai muncul. Track yang sangat menanjak. Terlihat kerlap-kerlip
lampu memanjang membentuk garis. Ya…dan itulah tantangan sesungguhnya. Track panjang
menanjak dan berpasir. Sampailah kami di batas antara hutan dan lautan
pasir”Cemoro Tunggal”. Di post ini sangat banyak sekali papan bertuliskan in memoriam.
Sejenak aku menghela napas melihat begitu tingginya track yang akan kami lalui.
Ternyata perjuanagn untuk menggapai puncak memang sangat berat. Kami masih
harus mendaki separuh perjalanan lagi, dan separuh perjalanan itu berupa
hamparan pasir dengan tanjakan yang sangat tinggi.
Kami kembali berkumpul
melingkar dan bergenggaman tangan. Senada doa kami haturkan untuk keselamatan
kami melalui track terjal berpasir ini. Setelah itu kembali kami teriakkan
bersama satu kata “Mahameru”!!!!
Langkah kaki kami
kembali mengayun. Dan benar, sekali kaki kami melangkah maju, pasir menyeret
kaki kami mundur setengah langkah. Ayunan langkah kaki kami bertambah berat
karena track berpasir nan terjal.
Beberapa lama berjalan,
kami terbagi menjadi 2 kelompok. Aku, Prast dan Luna ada di depan. Jarot, Udin,
Mae dan Acong di belakang. Sepertinya Mae harus mendapatkan cover lebih karena
kembali dia merasa sulit untuk melangkah. Sedang apabila kami semua terlalu
lama berhenti justru kami bisa-bisa terkena hipotermia. Akhirnya aku, Prast dan
Luna terus melaju di depan. Sedang 4 yang lain dibelakang mengcover Mae.
Aku dan Prast secara
bergantian mengcover Luna. Berulang kali kami membaringkan tubuh kami di pasir.
Sungguh ini track yang luar biasa. Bahkan lebih berat dari apa yang pernah kami
hadapi sewaktu summit attack di Rinjani. Belum genap sepuluh langkah berayun,
kami harus merebahkan tubuh karena kelelahan. Namun ketika mata kami menatap
langit, lautan bintang diatas sana seperti memberikan senyum hangat yang
mendorong tekat kami kembali membualat. Kami sempat menjumpai ada seorang
pendaki wanita sepertinya kena hipotermia. Ngeri kami melihatnya.
Sudah hampir 4 jam kami
melalui track terjal berpasir ini, namun puncak masih terlihat sangat jauh.
Kaki kami benar-benar mulai lelah. Bahkan aku sendiri sempat merasa putus asa
dibuatnya. Sungguh, sepertinya sudah sangat jauh kami jalan namun puncak
terlihat masih sangat jauh. Luna terus memberikan suntikan semangat, dia selalu
bilang “Ayo, sedikit lagi”. Membuat kami memaksakan kaki kami yang terasa
mematung untuk kembali bergerak.
Disekitar kami sangat
banyak pendaki-pendaki lain yang menuju tujuan yang sama. Mereka juga merasakan
hal yang sama. Tapi mereka tidak menyerah dan terus melangkah. Aku pun juga
harus seperti itu.
Terus kami melangkahkan
kaki kami yang semakin terasa berat. Semburat cahaya silau mulai nampak dari
arah sebelah kiri. Ya…dan inilah yang banyak orang tunggu. “Sun Rise is
Coming”, teriak pendaki-pendaki lain. Langkah kami terhenti, kami rebahkan
tubuh ke pasir. Keindahan itu sungguh telah menyita mata kami.
Keindahan itu seperti
membawa kekuatan baru bagi kami untuk terus melangkah. Setelah puas menyaksikan
keindahan itu, kami melanjutkan langkh kaki kami. Semakin keatas, semakin berat
rasanya. Berulang kali kami harus merangkak sedang kami harus sangat
berhati-hati karena beberapa kali terdengar suatu teriakan “rock, awas batu”
dari arah atas. Sedang disamping kanan-kiri kami adalah jurang. Kalau tidak
berhati-hati sedikitsaja, akibatnya akan sangat fatal.
Ujuang track ini mulai
terlihat dekat, aku berada paling depan terpisah dengan prast dan luna. Aku
tidak kuat jika harus terlalu lama berhenti. Sesekali aku lihat dari arah atas
kepulan asap putih menghias langit, pertanda memang gunung ini masih aktif.
Dan akhirnya tidak lama setelah itu, seorang pendaki lain memberiku kode. “Semangat mas, dibalik batu ini”, katanya sambil tersenyum. Entah datang darimana, kakiku terasa kembali ringan dan rasanya sanagat ingin berlari. Aku pun berlari dengan sisa-sisa tenaga yang aku punya. Hingga akhirnya, terlihat bendera merah putih dihadapanku. Ya…inilah dia tempat itu…dan itulah bendera yang aku lihat di situs internet..Ya…benar..inilah dia puncak tertinggi Jawa “Mahameru”. Melihat bendera itu aku bersujud, Alhamdulillah, akhirnya ya Rab…salah satu impianku di tahun ini benar-benar tergapai…Terimakasih atas semua ini…terimakasih!!!!!!!!
Aku membaringkan tubuh
di tanah lapang itu, sambil kembali mengatur nafasku yang sejak tadi terangah. Tidak lama setelah itu datanglah Prast dan
Luna. Mereka juga segera menyusulku merebahkan tubuh. Dan setengah jam
berselang datanglah Udin, Acong, Mae dan Jarot. Yah..Alhamdulillah semua
akhirnya bisa sampai puncak. Suatu kebahagiaan tiada tara. Akhirnya tekad kami
mampu membawa kami menginjakkan kaki di tanah tertinggi Jawa. Mahameru 3676
MDPL.
Diatas sana kami menghabiskan waktu untuk berdoa, berfoto, dan melihat keindahan yang sangat luar biasa. Benar-benar negeri diatas awan. Diatas sana kami kibarkan sang saka dan bendera kebanggaaanku BSG. Sungguh perjalanan mencapai puncak yang sangat luar biasa. Perjalanan yang memunculkan suatu kebanggaan kami atas bangsa ini. Benar-benar bangsa yang indah.
Diatas sana kami menghabiskan waktu untuk berdoa, berfoto, dan melihat keindahan yang sangat luar biasa. Benar-benar negeri diatas awan. Diatas sana kami kibarkan sang saka dan bendera kebanggaaanku BSG. Sungguh perjalanan mencapai puncak yang sangat luar biasa. Perjalanan yang memunculkan suatu kebanggaan kami atas bangsa ini. Benar-benar bangsa yang indah.
Tak boleh berlama-lama,
kami harus segera turun. Jam 9 kami harus sudah turun karena kabarnya arah
angina akan berubah kearah jalur pendakian. Hal itu sangat berbahaya karena
bila erupsi kembali terjadi maka awan panas dengan gasnya akan mengarah ke
pendaki. Jika itu terjadi, akan sangat fatal akibatnya.
Kami turun dengan
perasaan girang. Akhirnya kami bisa juga menapakkan kaki di puncak tertinggi
Jawa. Kami turun hampir dengan berlari, track dengan pasir tebal membuat
langkah kaki menurun terasa ringan. Seperti bermain selancar. Untuk kembali
sampai di cemoro tunggal pun tidak membutuhkan waktu yang lama. Hanya sekitar 1
jam kami sudah sampai disana. Kurang dari 4 jam kami sudah kembali sampai di
Kalimati.
Turun
dengan Kebanggaan
Sesampainya di kalimati
kami beristirahat dengan tidur siang. Rencana kami akan cabut dari kalimati
siang ini untuk kembali menuju Ranu Kumbolo. Kami akan ngecamp semalam lagi
disana karena terlalu berisiko kalau kami langsung menuju Ranu Pani.
Sekitar jam 14.00 kami
berangkat dari kalimati menuju Ranu Kumbolo. Hanya butuh sekitar 3 jam lebih
sedikit kami sudah sampai di Ranu Kumbolo. Disana kami langsung mendirikan
tenda untuk bermalam.
Pagi itu di Ranu
Kumbolo, cuaca sangat cerah..kami benar-benar kembali disuguhi dengan keindahan
yang sangat luar biasa. Adalah sunrise di Ranu Kumbolo. Begitu mempesona.
Sekitar pukul 9 pagi
kami berangkat dari Ranu Kumbolo menuju Ranu Pani. Butuh waktu sekitar 5 jam
untuk samapai disana.
Sesampainya di Ranu
Pani kami sangat girang, akhirnya kembali kami bisa mendengar suara motor dan
melihat orang-orang selain pendaki. Kami juga bisa kembali melihat rumah-rumah
penduduk.hehe…Alhamdulillah…
Sesampainya di Ranu
Pani kami benar-benar seperti orang kelaparan yang udah berapa tahun ga makan.
Setelah selesai urusan laporan di post registrasi, kami berburu makanan.
Ya..aku dan prast langsung menuju arah bakso Malang. Kebetulan sekali aku
sedang sangat ingin makan, makanan berkuah. Sedang yang lain sepertinya lebih
memilih makan rendang dan entah apa di warung tempat kami beristirahat setelah
sesampainya di Ranu Pani tadi. Tidak cukup satu, aku sampai habis bakso 2
mangkok. Hahaha…begitu nikmat rasa bakso itu. Setelah puas dengan makanan, kami
lanjut berburu pernak-pernik Mahameru.
Kami pun kembali
berjalan menuju tempat parkir untuk mencari truk yang akan membawa kami kembali
ke Tumpang. Setelah agak lama menunggu, akhirnya kami pun dapat juga truknya.
Kami pun kembali merasakan goyangan ala truk yang melewati jalanan yang rusak.
Beda dengan sebelumnya,
truk kali ini menurunkan kami di Tumpang yang kota. Bukan yang desa seperti
kemarin. Disini kami sangat mudah mencari angkot untuk kembali ke terminal Arjosari.
Baru turun dari truk saja sudah ada sopir angkot yang menawarkan jasa. Biayanya
pun terbilang jauh lebih murah dibanding pertama kami mencarter angkot dari
Argosari menuju ke Tumpang.
Kami bersama dengan
serombongan pendaki lain yang berasal dari Surabaya menuju ke Arjosari dengan
mobil angkot yang sama. Sekitar pukul 7 malam kami sampai di terminal. Dan saat
itulah kami harus terpisah. Acong dan Mae harus menunggu semalam di Malang
karena kereta mereka menuju Jakarta baru akan berangkat besok sore, sedang kami
harus segera kembali ke Surabaya dan Kejogja malam ini.
Berpisahlah kami di
setelah kami turun dari angkot. Saling peluk dan mengucapkan terimakasih tak
segan kami lakukan kepada sahabat-sahabat kami yang sangat luar biasa ini. Tak
ingin rasanya kami berpisah saat itu, namun itulah sekiranya yang harus kami
lakukan. Kami berjanji suatu hari nanti kami akan kembali melakukan petualangan
bersama di medan yang berbeda.
Setelah Acong dan Mae
pergi, kami berempat berjalan menuju ke terminal untuk mencari bus. Dan diluar
dugaan, sangat sulit mencari bus menuju Surabaya pada malam itu. Kami harus
menunggu sangat lama dan berebut dengan para calon penumpang lain, namun
akhirnya kami mengalah karena sangat sulit bagi kami dengan bawaan kami yangh
sangat besar ini. Sungguh terminal yang sangat tidak teratur. Kehidupan jelas
terlihat sangat keras ditempatini. Setelah beberapa kali gagal mendapatkan bus,
kami sempat memutuskan untuk berhenti dan menunggu hingga esok hari. Kami pun
menuju ke sebuah rumah makan untuk mengisi perut yang sudah sejak tadi
keroncongan. Dan Allah memang maha adil, setalah selesai kami makan, datang
sebuah bus jurusan Surabaya. Bus itu berhenti tak jauh dari kami, kami pun
segera membayar semuamakanan dan lari menuju bus. Akhirnya, kami bisa naik ke
bus itu dan alangkah beruntungnya kami bisa mendapatkan tempat duduk yang
nyaman. Memang, keberuntungan begitu dekat dengan kami.hehehe
Lama kami terlelap, tak
terasa sudah sampai kami di Surabaya. Kami segera mencari bus untuk kembali ke
Yogyakarta. Dan mencari bus di terminal Surabaya tidaklah sulit, kami langsung
mendapatkan bus tujuan Jogja disana.
Dan Alhamdulillah kami
akhirnya tiba di Jogja sekitar jam 11 siang. Dan selesai sudahlah cerita petualangan
hebat ini. Sungguh merupakan salah satu petualangan terbaik dalam hidupku.
Apapun yang terjadi selama petualangan ini akan benar membekas dihati.
Petualangan yang akhirnya membawa impian kami menapakkan kaki di puncak
tertinggi jawa menjadi kenyataan. Perjalanan yang menumbuhkan kembali jiwa
petualang kami yang sempat meredup. Petualangan yang meninggikan cinta kami
terhadap ibu pertiwi. Petualangan yang menjadikan persahabatan kami semakin
erat. Terimakasih Tuhan atas keselamatan yang Kau berikan selama kami
berpetualang, dan terimakasih Mahameru atas segala keindahan luar biasa yang telah
kau suguhkan kepada kami. (To be continous, waiting for the next adventure).
Gallery
Gallery
0 komentar:
Posting Komentar