The Wonderful of Cave

Selasa, 29 Januari 2013
GUA KRISTAL

          Cerita kali ini datang dari my home town Gunungkidul regency. Gua Kristal...itulah objek yang kali ini akan coba saya gambarkan kepada seluruh pembaca my blog. Gua ini terletak di kecamatan Semanu, tepatnya di kompleks gua Jlamprong. Gua Jlamprong mungkin sudah tidak asing di telinga anda. Jikalau anda mengunjungi gua Jlamprong, mungkin anda tidak menyangka bahwa terdapat gua yang cukup indah di dekat gua Jlamprong. Bukanlah gua gesing, akan tetapi gua tersebut adalah GUA KRISTAL. Sebenarnya belum ada nama yang jelas mengenai gua ini, akan tetapi karena di dalamnya mengandung kristal yang cukup indah tidaklah berlebihan bila gua ini disebut GUA KRISTAL.

           Sesuai dengan namanya, di dalam gua ini memang terdapat batu-batu berkristal yang terlihat cukup mempesona. Kerlap-kerlip krstal jelas terlihat apabila batu-batu kristal tersebut terkena cahaya. Gua ini tergolong gua yang cukup sempit dan tidaklah dalam. Gua ini hanya terdiri dari satu ruang gua dan jarak lantai gua dengan atap guanya  pun sangat dekat, sehingga untuk menelusurinya kita harus merangkak. Gua ini tergolong kedalam gua alami dan komponen-komponen guanya terlihat masih nature. Stalaktif dan stalakmit masih tumbuh yang ditandai dengan masih menetesnya air pada ornamen-ornamen gua tersebut.  Alhamdulilah sekali ya gua ini belum banyak dikenal, sehingga ekosistem guanya masih sangat terjaga.

            Daripada banyak omong, mari bersama kita tengok serpihan keindahan gua Kristal ini.










That Was My First Flight



Pagi buta 04 Desember 2012, jam 02.00 WIB kereta progo sampai di stasiun Senen. Turun aku dari kereta itu dengan rasa kantuk. Teringat aku belum shalat isya. Dengan menggendong tas backpacker aku langsung berjalan menuju Mushola. Tapi sesampainya di sana ternyata mushola masih tutup. “Masih tutup mas, sebentar lagi juga buka. Tunggu saja disitu biasanya jam3 buka,” sahut seorang petugas penjaga toilet. Akupun harus menunggu hingga mushola buka untuk sholat.

Setelah selesai sholat aku berjalan mencari tempat singgah tak jauh dari mushola. Suasana masih sangat sepi. Hanya segelintir orang berlalu lalang entah apa yang mereka cari. Sebagian terlelap di lantai beralaskan kardus. Ya…suasana masih sama. Pagi yang dihiasi banyak nyamuk. Aku teringat saat petualanganku dulu bersama-sama kawan-kawan ke pulau Tidung. Persisi di tempat ini petualangan kami di Jakarta bermula. Sungguh rindu aku dengan masa-masa itu. Untungnya aku bawa autan. Belajar dari pengalaman itu kini aku tidak lagi menjadi korban keganasan nyamuk senen. hehe

Setelah sholat Subuh aku bergegas melangkah keluar stasiun. Pagi itu masih gelap tapi sudah ramai sekali aktivitas di luar sana. Ya..namanya ibukota sih..kota yang sangat sibuk. Yang kutuju adalah shuttle bus way Trans Jakarta. 

Setelah berjalan kurang lebih 10 menit sampai juga di shuttle bus way. Masih tutp ternyata. Tapi sudah cukup panjang antrian menunggu bukanya loket. Aku pun turut masuk antrian itu. Setengah jam menunngu akhirnya buka juga loketnya. Wah..ternyata kalau masih pagi-pagi harga tiketnya murah. Cukup 1.500 rupiah, padahal normalnya kan 3.500 rupiah. Setelah menunggu akhirnya datang juga bus way itu. Karena lelah semalaman di kereta, aku pun terlelap selama perjalanan di dalam bus way.

Tujuanku adalah rumah ibukku yang terletak di Condet, Jakarta Timur. “mas-mas…sudah sampai PGC,”seorang petugas trans Jakarta membangunkanku dari kelelapan pagi itu. Yah..untuk sampai di rumah ibu harus dilanjutkan dengan naik angkot. Gampang kok kalo cari angkot di Jakarta, asal tahu jalurnya aja. Untung udah lumayan hafal jalur angkot disini. Jadi ga bingung lagi.

Setelah naik angkot sampai juga di jalan dekat rumah ibu. Ibu sudah menantiku disana. Kuturun angkot langsung melakukan ritual, ya…berpelukan..hehe..lama ga ketemu ibu rasanya kangen…banget. Beruntung dah dapet kesempatan ini bisa sekalian ketempat ibu.

Sesampainya dirumah ibu aku langsung menuju kamar dan tepar saking capeknya. Ternyata ada bapak baru juga dirumah. Beliau belum lama pulang dari Mesir. Kami pun bercakap-cakap dan bercanda gurau. Ibu menyiapkan sarapan seraba lengkap pagi itu. Pasti, setiap kali aku berkunjung ke Jakarta, Ibu mengatakan”le..kok awakmu cilik banget to nang, tambah kuru wae,” padahal perasaan bobotku ya segitu-segitu terus. Perasaan ibu aja berarti. Hehe

Aku istirahat semalam di rumah ibu. Keesokan harinya aku harus berangkat. Semalam di tempat ibu adalah malam yang cukup indah bagiku. Tenang rasanya diberi banyak nasihat baik dari Ibu maupun dari Bapak. Mereka terlihat bangga mendengar kabar akhirnya aku bisa juga menepati janjiku. Ya…dulu beliau pernah mengajakku naik pesawat. Tapi dulu aku menolak, karena aku ingin flight ku yang pertama adalah karena usahaku sendiri. Berulang kali mereka mengajakku naik pesawat tapi aku tetap menolak. Jujur, naik pesawat bagiku adalah salah satu mimpi besarku sejak kecil. Dan kini aku mendekati mimpiku itu karena besok flight pertamaku akan datang.

Malam itu disaat aku packing ibu memberi kabar yang sedikit membuatku takut. Beliau tidak bisa mengantarku ke bandara besok karena ada kepentingan yang tidak bisa ditinggalkan saat itu. Semula aku merasa tenang karena bakal ditemani Ibu ke bandara dan tidak perlu bingung masalah check in, boarding dan segala macam karena ibu udah biasa masalah kayak gituan. Tapi ternyata besok aku harus sendiri ke bandara dan aku belum tau mekanisme apa saja yang harus kulakukan disana besok. Dag, dig, dug..semalam itu pikiranku gak tenang. Karena resah, aku pun searching internet mengenai tata cara check in, boarding dan segala macem sebelum akhirnya masuk pesawat. Walau banyak informasi sudah kudapat melalui internet, tapi tetap saja rasanya resah. Takut aku besok bingung disana.

Rabu, 05 Desember 2012. Akhirnya hari itu datang juga. Aku bangun pagi-pagi untuk bersiap-siap. Walau check in pertamaku tertulis jam 09.25, tapi mengingat keadaan lalu lintas Jakarta yang padat dan rumah ibu cukup jauh dari bandara, ibu memintaku bersiap dari pagi. Kembali aku cek segala macam barang dan dokumenku. Semua sudah ku kemas rapi semalam. Takut ada yang tertinggal, kembali aku check satu demi satu. Sip..semua lengkap.

Pagi itu sekitar jam 8 ibu mengantarkanku ke PGC. Ibu langsung mencarikanku taksi. Beliau tidak mau ambil risiko karena kalau naik yang lain pasti terancam macet. Padahal semula niatku mau naik Bus saja yang murah tapi ibu bersikeras melarang. Yah..akhirnya aku naik taksi juga yang mahalnya minta ampun.

Tapi memang segala sesuatu itu ada hikmahnya. Siapa sangka di selama perjalananku menuju ke bandara aku mendapatkan ilmu banyak seputar tata cara naik pesawat. Adalah bapak supir taksi. Beliau ternyata mantan pekerja di bandara Soekarno-hatta. Dalam bincang kami beliau menjelaskan segala macam tentang tatacara naik pesawat lengkap pkoknya. Bahkan beliau menceritakan pengalaman hidupnya selama bekerja di Bandara. Sedikit cerita saja, beliau memilih walk out dari kerjanya dibandara karena ternyata pekerjaan disana banyak yang tidak halal. Beliau berkata jikalau orang-orang yang ada disana memang terlihat keren dan bijaksana, tapi ternyata mereka banyak pula yang busuk. “hah..jangan mudah tertipu penampilan mas...mereka banyak yang busuk dan mata duitan,” kata beliau. Wah..macam mana jadinya kalau petugas bandara seperti ini. Pantas saja banyak aksi penyelundupan ke bangsa ini. La wong ternyata orang-orangnya banyak yang curang. Batinku.

Yah…beruntung bagiku selama perjalan ke bandara itu mendapat banyak gambaran apa saja yang harus kulakukan di bandara. Setelah sejam perjalanan sampai juga aku di bandara. Hah…kembali Jantungku berdetak kencang. Entah kenapa masih saja aku sedikit resah. “Terminal 2 ya mas, disana pesawatnya nanti,”kembali sebelum pergi bapak sopir taksi berteriak kepadaku. Ya..inilah untuk pertama kalinya aku menginjakkan kaki di Bandara. Huh..sendirian. Harus sendirian. Aku berjalan menuju Terminal 2. Setelah sampai disana ternyata belum bisa check ini. “Setengah jam lagi mas baru boleh masuk, “ kata bapak petugas yang jaga pagi itu. Akupun menunggu disana. Tingak-tinguk seperti orang hilang saja. Daripada geje aku memilih untuk berjalan-jalan disekitar terminal 2 itu. Oh ya..aku teringat belum menukar uang dolar Singapore. Aku harus transit sehari di Singapore. Jadi untuk persiapan aku tukar sebagian uangku untuk biaya hidupku sehari disana. Alamak…yang benar saja, uang 300 ribu-nya Indonesia Cuma jadi sekitar 36 dolar Singapore. Ckckck…uang Indonesia memang kebanyakan angka ya…nilainya padahal ternyata kecil bila disbanding negara lain.

Setelah cukup lama menunggu, akhirnya bisa check ini juga. Aku sengaja masuk terakhir biar bisa liat orang-orang check in. Oh..ternyata kayak gitu. Sama seperti yang diceritakan bapak tukang sopir taksi tadi. Aku pun masuk dan check in. Setelah pemeriksaan, aku menuju ke loket Tiger airways. Mereka memintaku menujukkan tiket. Aku tidak kaget ketika diminta membayar airport tax sebesar 150 ribu. Aku sudah mendengarnya dari bu Tiwi dan Anand sahabatku yang sudah terbang duluan. Kabarnya hanya di Indonesia saja yang bandaranya meminta bayar airport tax. Wah…apa memang benar sih ya bangsa ini mata duitan..ckckck.

Setelah check in dan mendapatkan kartu boarding, aku diarahkan menuju bagian imigrasi. Ya..dibagian ini segala dokumenku diperiksa. Sudah aku persiapkan dan tidak ada masalah. Setelah passport di cap aku diarahkan ke gate 6 tempat aku masuk pesawat. Akupun berjalan mencara gate 6. Tidak sulit menemukannya karena di bandara banyak papan informasi yang terpampang sehingga memudahkan kita mencari dimana letak lokasi yang kita cari. Setelah sampai di gate 6, kembali dokumen dan barangku diperiksa. Sip..tak ada masalah. Mereka pun memintaku masuk ke waiting room untuk menunggu pesawat datang.

Yah…agak boring aku di waiting room. Banyak orang tapi pada sibuk sendiri-sendiri. Disini aku merasa menjadi orang yang paling tidak sibuk. Banyak orang berjas dan berdasi, banyak pula para bule. Mereka semua terlihat sangat sibuk dan tergesa-gesa menunggu pesawat. Sepertinya mereka dikejar waktu. Akupun Cuma mlongo melihat gerak-gerik mereka.



Setelah hampir sejam menunggu, akhirnya ada pengumuman sudah diperbolehkan naik pesawat. Wah..yang benar saja, langsung pada berdiri dan berlari menuju gate. Bahkan berdesak-desakan juga. Walah..ini mau masuk pesawat ternyata sama aja mau masuk kereta ekonomi. Apa susahnya sih antri sabar gitu. Wong ya pasti dapet tempat. Batinku.

Aku berjalan menyusuri lorong menuju pesawat dengan persaan gugup, apakah ini beneran. Batinku. Kulihat arah depan, seorang pramugari dan pramugara menyambut kedatangan penumpang dengan wajah berseri dan penuh senyum. Satu persatu kami diminta menunjukkan boarding pass. Setelah itu kami dipersilahkan menuju tempat duduk yang telah tertera di boarding pass. Ya….Entah semacam kebetulan atau ini merupakan anugrah dariNya aku mendapatkan tempat duduk di dekat jendela dan dari jendela itu aku bisa melihat sayap pesawat. Persis sama dengan apa yang pernah muncul di mimpiku. Huh…aku duduk di kursi itu masih dengan perasaan gugup. Sedikit-sedikit aku melihat kanan-kiri dan melihat kearah luar melalui jendela. Setelah lama menunggu, ternyata 2 kursi di dekatku kosong. Jadi aku hanya sendiri di kursi itu.

Dan sepertinya mimpi besar itu sudah tidak sabar ingin dicoret. Aku terbangun dari lamunan ketika suara pesawat mulai mendengung. Pesawat sudah mulai berjalan menuju landasan take off. Pramugari segera mempraktekkan tata cara pemakaian perlengkapan keamanan bila terjadi keadaan darurat. Tidak lama setelah itu terdengar pengumuman bahwa pesawat akan segera take off dan penumpang diminta mengenakan sabuk pengaman. Dag, dig, dug kembali jantungku berdetak kecang. Ya Allah..apakah ini nyata. Aku benar-benar masih seperti mimpi. Pesawat mulai berdengung kencang dan bergerak melaju dengan kecepatan tinggi pertanda pesawat akan segera take off. Dan ketika itu wush…aku tengok dari jendela pesawat sudah melayang meninggalkan daratan. Saat itu aku tutup mataku rapat-rapat perasaanku takut.

Take off pertama ini ternyata cukup menakutkan bagiku. Setelah posisi pesawat mendatar, aku kembali buka mata dan menengok kearah luar, kulihat daratan nampak di bawah. Tak lama setelah itu kulihat lautan dibawah sana. Perlahan pesawat naik dan menerobos awan. Ketika menerobos awan terasa goncangan terasa. Aku pun hanya menutup mata dan berdoa. Setelah kubuka mataku kembali, dan kutengok kearah luar daratan sudah tak nampak. Lautan biru kini telah menjadi lautan putih. Ya…pesawat kini telah diatas awan. Ya Allah….keindahan yang luar biasa tersaji diluar sana. Benar-benar diatas awan. Aku pernah bermimpi seperti ini dan kini aku nyata menjalaninya. Rasa takjub tiada henti melihat segala keindahan yang tersaji disana. Awan-awanputih bak kumpulan kapas. Mentari yang bersinar begitu terang. Keindahan yang belum pernah aku lihat sebelumnya. Sungguh aku benar-benar terbang…aku kini telah terbang..inilah salah satu mimpiku dari kecil…mimpi yang kini telah resmi tercoret.

Inilah sedikit gambar keindahan selama perjalananku terbang ke Singapore. Sungguh keindahan yang tak mampu kuucap dengan kata-kata.

Ya..itulah penerbangan pertamaku yang sekaligus mencoret salah satu mimpi besarku dari kecil. Beruntung memang, dalam lawatanku ke Thailand aku harus menempuh 2 kali penerbangan. Soeta ke Changi Singapore, setelah transit semalam baru terbang lagi dari Singapore ke Thailand. Jadi total dalam perjalananku ini selain aku diberi kesempatan menyambangi Singapore, aku juga diberi kesempatan 4 kali terbang. Wah..Sungguh luar biasa apa yang telah diberikanNya padaku dalam perjalanan ini.

Ketika dipesawat, sesuai dengan harapanku, aku selalu mendapatkan kesempatan duduk di sebelah jendela setiap perbedaan jalur terbang. Yakni saat terbang dari Jakarta ke Singapore dan ketika balik dari Thailand ke Singapore. Bahkan aku juga duduk di dekat jendela ketika penerbangan terakhir dari Singapore ke Jakarta yang merupakan pernerbangan terindah karena ketika hendak mendarat aku disambut pemandangan berupa pelangi diatas laut yang sungguh indah luar biasa. Sebelumnya juga dari atas aku bisa melihat keindahan pulau-pulau kecil Indonesia yangh tersebar di lautan. Tersadar aku akan sungguh luasnya negeri kita ini. Apalagi jika disbanding dengan Singapore. Cuma sak semut. Tapi kok ya bisa maju seperti itu.   

Penerbangan paling menyakitkan adalah penerbangan dari Jakarta ke Singapore, saat itu telingaku rasanya sakit luar biasa. Mungkin itu yang disebut dengan turbulensi kali ya. Atau mungkin baru pertama kali jadi belum terbiasa.        

Penerbangan paling membuat jantungan adalah penerbangan dari Hat Yai, Thailand ke Changi, Singapore. Cuaca mendung dan berulang kali pesawat bergetar menabrak awan. Bahkan sempat juga hujan menerjang. Dan yang paling membuat berdebar adalah ketika pesawat membelok tajam menghindari awan hitam. Wah…dari jendela aku bisa melihat sayap sampai berposisi di bawah. Saat itu hampir semua penumpang berteriak, wa…berarti memang penerbangan ini yang ekstrem. Buktinya bukan cuma aku yang teriak.hehe…

Itulah kisah penerbangan pertamaku dan sekaligus penerbangan ke dua, ketiga dan keempatku yang hanya bisa terjadi karena Anugrah dari-Nya. Sungguh inilah mimpi besar yang menjadi nyata yang akan terus ku kenang seumur hidup. Satu coretanku di tembok kamar resmi tercoret sudah. J Nantikan ceritaku petualanganku di Singapore dan Thailand yang tak kalah penuh Keberuntungan. Terimakasih atas kesediannya membaca.
 
    

Chasing My Big Dream

Sabtu, 19 Januari 2013


Nekad enggak..nekad enggak..berangkat enggak..berangkat enggak..berani enggak..berani enggak…Itulah pertanyaan-pertanyaan yang tiada henti menghiasi waktu-waktuku pada hari-hari itu. Setelah hari datangnya kabar menggembirakan pada tanggal 15 November 2012 itu sontak hari-hariku berubah drastis penuh dilemma dan kegalauan.

Pagi itu aku buka email dengan rasa penuh harap. Setalah hampir sebulan penuh menanti akhirnya tiba pula hari dimana notification of acceptance diumumkan. Adalah pesan email dari committee of AASIC (ASEAN Academic Society International Conference) yang ku tunggu. Ya..sebulan lalu aku dengan rasa iseng mengirimkan paperku ke panitia konferensi itu untuk turut serta dalam proses seleksi.

Di pagi yang sendu itu mataku terbelalak membaca pesan email yang kuterima. Ya..Paperku diterima untuk dipresentasikan di konferensi Internasional itu. Sungguh keberuntungan yang sepertinya aku terima melihat paper yang kubuat itu adalah paper pertamaku dan itu adalah rekaman hasil penelitian pertamaku pula. Cukup kaget aku membaca invitation letter yang dikirim panitia konferensi. Kalimat-kaliamat yang begitu membuatku penuh harap. “And we invite you to come to Thailand in order to presenting your paper in the conference. We glad to see you in Hat Yai.” Rasa bahagia bercampur bangga berhamburan didalam hati ini pagi itu. Akhirnya satu mimpi besarku dari kecil akan terwujud, batinku berteriak.

Namun kebahagiaan itu sempat hilang begitu saja bak ditelan bumi ketika aku mendengar kabar bahwa di akhir tahun sudah sangat sulit mencari bantuan dana dari kampus, apalagi untuk kegiatan Internasional yang pasti menghabiskan banyak dana. Dan ternyata memanglah benar, kesana kemari aku mencari informasi bantuan dana akan tetapi tak satupun yang memberi kabar indah. Sempat rasa kekecewaan dan putus asa hinggap dan begitu menyayat hati.

Namun Dia sepertinya mendengar doa-doaku. Disaat sepertinya sudah tidak mungkin lagi aku berangkat, datanglah beliau Ibu Tiwi salah salah satu Dosenku bak malaikat pembawa kabar gembira. Beliau memberiku bimbingan dan begitu banyak nasihat. Beliau berjanji akan membantuku sampai titik darah terakhir agar aku bisa berangkat. Beliau memberiku support untuk tidak menyerah dan terus berusaha. Mendengar pernyataan itu, harapan yang sempat sirna seperti bercahaya kembali. Muncul rasa semangat baru menggetarkan tubuhku untuk kembali berjuang.

Seminggu telah berlalu dan hari terakhir pembayaran biaya konferensi semakin mendekat. Belum juga aku mampu mengumpulkan dana untuk membayar konferensi. Adalah 1 juta nominal yang harus aku kumpulkan setidaknya dalam 2 hari tersisa untuk dapat membayar. Yah...doa dan usaha terus aku lakukan dan selalu berharap ada keajaiban.

Malam itu, 2 hari sebelum deadline pembayaran. HPku bergetar. Saat itu aku benar nampak lemas dan pasrah dengan apa yang ada. Aku sudah berusaha dan belum juga ada yang membantu. Satu pesan datang dari bu Tiwi Dosenku. Langsung aku baca sms dari bu Tiwi itu dengan rasa penuh harap, “nak..kamu selesaikan proposalmu ya..besok kita ke KI..Mungkin mereka masih mau membantu.” Bergegas aku selesaikan proposalku malam itu.

Pagi itu aku, temanku yang juga bernasib sama denganku ditemani Bu Tiwi mendatangi Kantor Internasional UNY. Ya…itulah untuk pertama kalinya aku menginjakkan kaki di KI. Gugup aku setalah memasuki ruang itu. Bu Tiwi membawa kami menghadap kepala KI. Dag..dig…dug…aku mendengar perbincangan Bu Tiwi dengan Kepala KI. Setalah bertanya-tanya dan melihat-lihat proposal akhirnya Bapak itu bersedia membantu. Akan tetapi mereka hanya bersedia membantu sebagian. Rasa syukur aku panjatkan mendengar kabar indah itu. Proposalku di ACC dan itu pertanda mereka sah akan membantu.

Setalah itu aku mulai berfikir dan menimbang-nimbang. Dengan semangat aku mulai searching-searching harga tiket pesawat ke Hat Yai. Mulai ke bandara, searching internet, ke tempat-tempat penjualan tiket aku datangi. Namun inilah hidup…ujian datang memang tidak menunggu undangan. Harga tiket ke Hat Yai ternyata cukup mahal. Dengan seluruh uang bantuan dari KI saja tiket tak akan terbeli. Padahal aku belum membayar biaya konferensinya dan belum memikirkan biaya hidupku selama di sana nanti. Kembali rasa kecewa menghantam hati membawa rasa patah semangat.

Pagi itu, hari deadline pembayaran konferensi aku menemui bu Tiwi. Dan aku bercerita semuanya ke Beliau. Namun Beliau tidak patah arang, beliau tetap akan berusaha supaya aku bisa berangkat. Beliau memberikabar jikalau ada celah dari Jurusan untuk aku dapat bantuan dana. Dan Beliau akan membantu untuk itu. Beliau memintaku melobi Dosen agar aku bisa menggunakan anggaran dana seminar Dosen. Syaratnya aku harus mendekati dan meyakinkan dosen hingga mereka mau membantu. Itu bukanlah hal mudah. Tapi melihat pancaran mata Bu Tiwi aku pun meyakinkan hatiku untuk kembali berusaha.

Setelah mendengar nasehat tadi, aku berfikir kembali. Rasa keinginan jelas masih melekat dalam hatiku. Setelah sampai di kamar kost, aku pun membuka laptopku. Email kembali ku buka. Aku berniat memohon toleransi waktu untuk deadline pembayaran. Tanpa malu aku menjelaskan semuanya ke pihak panitia. Setalah melalui diskusi yang cukup panjang melalui pesan email, akhirnya mereka mau mengerti dan memberiku tambahan waktu 1 minggu untuk dapat membayar biaya itu. Yah..kembali muncul sedikit harapan besar. Dengan waktu itu aku mungkin bisa mencari kepastian dari pihak Jurusan, apakah mereka bisa membantu atau tidak.

Aku terus berusaha meyakinkan dan mencari kepastian dari pihak Jurusan. Namun hari itu kembali aku harus mendengar kabar buruk. Dosen yang semula bersedia membantu justru mengundurkan diri dan itu pertanda bahwa aku akan gagal mendapatkan bantuan dana. Yah...Melihat waktu toleransiku sudah hampir habis, aku kembali berfikir dan mempertimbangkan segala hal. Ya..Setalah aku berfikir, saat itu aku putuskan untuk mengundurkan diri dan tidak jadi berangkat. Walau rasa kecewa dan sakit jelas membelenggu namun aku putuskan. Pertimbanganku sangatlah banyak, dana kurang banyak, aku belum beli tiket pesawat, aku pun belum membuat passport yang kabarnya akan memakan waktu lebih dari 1 minggu padahal seandainya jadi berangkat aku harus punya no.pasport untuk dapat memesan pesawat. Aku pun harus berangkat 10 hari setelah hari itu. Semua alasan itu yang akhirnya membuatku mengambil keputusan yang amat sakit. Aku pun mendatangi bu Tiwi dengan pasrah dan menceritakan semuanya. 

Walau telah memutuskan. Malam itu aku kembali memohon petunjuk. Esok adalah hari terakhir dimana aku harus membayar biaya konferensi. Allah memang akan memberi apa yang kita butuhkan. Pagi itu ada panggilan dari Jurusan. Dengan gugup aku langkahkan kakiku menuju ruang itu. Alhamdulilah….. Entah anugrah apa yang diberikanNya, akhirnya dari pihak Jurusan pun bersedia memberiku bantuan. Kembali harapan itu melambung tinggi. Setelah mendengar itu akupun menemui kembali Bu Tiwi dan mencerikan semuanya.

 Ya…sekarang tinggal gimana aku selanjutnya. Apakah mau nekad atau tidak. Uang yang terkumpul hanya cukup untuk biaya registrasi dan pesawat. Itupun sebenarnya masih kurang banyak. Belum aku harus berfikir biaya untuk beli tiket kereta ke Jakarta, biaya buat passport dan yang terpenting biaya hidupku selama disana. Aku coba hubungi orangtuaku dan menceritakan semuanya. Alhamdulilah…senyum selanjutnya datang..dari sms yang kuterima, sepertinya mereka bersedia memberiku uang jajan yang aku pikir itu cukuplah untuk makan selama aku disana.

Setalah itulah aku membuat suatu perjudian besar. Dengan rasa yakin aku membayarkan uang sebesar 1 juta untuk biaya registrasi. Aku berjudi atas ini. Walau aku belum membuat pasport belum juga booking pesawat dan belum membeli tiket kereta, dan belum tentu juga aku bisa berangkat, tapi aku beranikan diri membayarkannya. Pembayaran itupun tidak semudah yang ku kira. Aku harus mentransfer ke Thailand dan biaya transfer ternyata amat mahal. Sungguh uangku saat itu tidak cukup untuk membayar biaya transfer itu. Rasa sesal kembali hinggap dan hari itu aku benar-benar pasrah. Hari itu adalah deadline toleransi waktu yang diberikan panitia untukku membayar biaya konferensi. Tapi aku gagal membayarkannya saat itu.

Pulanglah aku dengan tubuh lemas dan hati penuh kecewa. Setelah beristirahat sejenak. Kembali aku membuka laptop. Ku buka emailku dan aku kirim permohonan maafku kepada pihak panitia karena disaat hari terakhir itupun aku tetap tidak bisa membayarnya. Kembali tanpa malu aku jelaskan kepada mereka mengenai apa yang sebenarnya terjadi. Dan sepertinya mereka memaklumi itu. Lama malam itu aku berdiskusi dengan mereka via email hingga cukup larut. Hingga ternyata pesan terakhir dari mereka menjelaskan bahwa aku kembali diberi toleransi waktu 1 hari, ditambah aku bisa membayarnya ke no.rekening salah satu panitia di Indonesia. Itu artinya aku tidak perlu lagi membayar biaya transfer ke Thailand yang mahal itu. Subhanallah…keajaiban itu kembali datang.  Membaca itu mataku terbelalak dan mengucap syukur. Harapan kembali bercahaya membelah awan redup yang sejak sore tadi membelengguku.

Hari itu akhirnya aku benar-benar melakukan perjudianku itu. Dengan yakin aku transfer uangku. Setelah mengalami kesulitan dalam mentransfer, akhirnya aku berhasil membayar biaya konferensi berkat bantuan dua temanku Amel dan Ervi. Mereka membantuku malam itu mentransfer biaya melalui ATMnya. Perjudian telah selesai dan selanjutnya tinggal memikirkan passport, pesawat, dan kereta.  Jikalau aku gagal menyelesaikan semuanya, aku bakal kehilangan uang sebesar 1 jt dengan sia-sia.

Perjuangan kembali ku kobarkan setalah perjudianku itu. Pembuatan passport adalah hal yang cukup membuat jantungku dag-dig dug. Yang benar saja, pasportku harus jadi dalam waktu seminggu jikalau aku ingin berangkat. Sempat rasanya ingin menangis ketika ku datangi kantor imigrasi. Ya Rab…apakah mungkin bisa jikalau seperti ini. Saat itu kantor imigrasi penuh sesak dan loket pendaftaran pembuatan passport antri cukup panjang. Dan aku mendapatkan no antrian belakang. Hari itu aku terpaksa membolos kuliah untuk membuat passport. Walau dengan rasa sedikit pesimis, aku berdoa dengan penuh harap disaat ku dalam antrian itu. “Ya Rabb…Jikalau Kau ijinkan, berilah hambamu kembali keajaiban.” Doaku dalam hati.

Satu persatu antrian didepanku berkurang dan setalah menunggu cukup lama tibalah giliranku. Ya…akhirnya nomor antrianku dipanggil. Aku langkahkan kaki dengan perasaan gugup. Di loket itu, bapak-bapak menyodrokan tangan meminta persyaratan yang dibutuhkan untuk pembuatan passport. Aku pun segera menyerahkannya. “Hari Rabu kesini lagi ya mas untuk wawancara dan foto.” Beliau berkata padaku sambil menyerahkan selembar kertas undangan wawancara dan foto. “Pak..kira-kira passport saya bisa jadi kapan ya pak?.”tanyaku. “Paling cepet selasa mas.” Dengan tegas beliau berkata. Kata itu sungguh menusuk hatiku. Aku harus berangkat maksimal senin sore dan passportku baru jadi selasa. “Pak..saya jikalau ingin meminta percepatan, bagaimana ya pak?.” Aku memohon. “Wah..tidak bisa mas..mas lihat sendiri kan antriannya seperti apa. Itu saja sudah cepet lho mas.” Kata beliau. Disaat itulah…kembali aku menunjukkan muka melas memohon agar passportku bisa jadi lebih cepat. Subhanallah…kembali keajaiban diturunkan. Setalah berulang kali menolak, akhirnya bapak itu mau mengerti. “Ya sudah mas…karena niat kamu baik, insyaAllah kami akan usahakan. Besok mas kesini lagi untuk wawancara dan foto. Senin..semoga passport mas bisa jadi.” Sungguh…kata lembut itu menerobos liang telingaku dan turun menenangkan hatiku. Bersukurlah aku.

Sehari setelah itu kembali aku mendatangi kantor imigrasi. Belajar dari pengalaman, pagi itu aku sengaja datang lebih pagi. Aku terpaksa membolos lagi. Ya…inilah pengorbanan. Sudah kesekian kalinya aku terpaksa membolos. Padahal sebelumnya sungguh aku sangat jarang membolos. Suasana di kantor imigrasi pagi itu masih sangat sepi. Setelah menunggu cukup lama, akhirnya loket di buka juga. Alhamdulilah..kali ini aku mendapatkan nomor antrian awal. Setelah mengambil nomor antrian, aku masih harus menunggu cukup lama untuk wawancara dan foto. Hampir 1 jam akhirnya namaku dipanggil, yah..ternyata itu panggilan untuk membayar biaya pembuatan passport. Dalam hati aku bertanya, apakah aku akan dikenakan biaya tinggi karena aku memohon percepatan. “255 ribu mas.” Alhamdulilah batinku…ternyata nominal yang harus ku keluarkan sama dengan yang lain. Aku sedikit lega.

Setelah kembali cukup lama menunggu, namaku pun kembali di panggil. Ya…kali ini untuk wawancara dan foto. Tak seperti yang ku bayangkan, proses ini ternyata cukup cepat dan sedikitpun tidak ribet, Mudah sekali. Bapak petugas hanya menanyaiku beberapa pertanyaan dan akhirnya memberiku selembar kertas. “Itu tanda bukti untuk ngambil passport mas. Sudah ada no.passportnya. Jadi langsung bisa booking pesawat. Senin passport jadi. Sukses ya mas” Dengan senyum beliau berkata. Alhamdulillah ya Rab…Kembali Engkau turunkan malaikat penolongmu. Syukur kembali aku haturkan kepadaMu. Setelah itu aku foto dan dipersilahkan pulang.

Tenang rasanya masalah passport sudah beres. Sore itu juga aku ditemani dengan kekasihku pergi ke stasiun Lempuyangan. Ya…aku harus memesan tiket perjalananku ke Jakarta. Semua pesawat yang menuju Thailand depart-nya dari Soekarno-Hatta, jadi aku harus ke Jakarta dulu. Kereta kelas Ekonomi “PROGO” yang juga sudah sangat sering menemaniku dan teman-temanku ke Jakarta adalah pilihanku. Maklumlah…uangku mepet. Aku harus pintar mengatur keuangan kalau mau sampai. Setelah antri cukup panjang, akhirnya tiket terbeli. Huft…Masalah kereta selesai. Hatiku tambah tenang.   

Selanjutnya adalah pesawat. Step yang sempat membuatku bergalauan. Percaya atau tidak, booking pesawat tidak semudah yang ku kira. Aku cukup pusing dibuatnya. Aku harus kesana-kemari mencari informasi harga tiket termurah menuju Hat Yai. Setelah searching-searching, akhirnya ketemu yang pass juga. Tiger Airways adalah maskapai yang menawarkan harga tiket termurah. Itupun sebenarnya masih terlalu mahal bagiku yang belum juga memegang uang. Uang dari KI dan jurusan belum bisa diambil. Yah…kembali aku menemui Bu Tiwi. “Beliau sudah sering overseas, pasti lebih tahu mengenai perbookingan pesawat.” Batinku.           

Sudah hari kamis dan aku belum juga berhasil booking pesawat. Masalahnya adalah untuk booking tiger airways harus dibayar lewat mastercard dan aku tidak punya itu. Bu Tiwi punya, tapi setelah dicoba ternyata tidak bisa. Yah…kembali aku harus meminta bantuan kesana kemari. Beberapa dosen ku hubungi dan belum juga aku temui yang punya mstercard aktif. Walau cukup melelahkan dan dibuat pusing, tapi hari itu ada kabar gembira dari Jurusan. Bu Anna, sekretaris Jurusan memberiku info bahwa uang bantuan sudah disiapkan ditambah uang pinjaman karena uang bantuan dari KI baru bisa turun setelah aku melaporkan LPJ. Subhanallah…kembali jalan terang terpancar. Uang datang disaat yang tepat. Hehe…

Hari selanjutnyapun kabar indah muncul. Bu Tiwi kembali datang sebagai pahlawanku. Beliau meminjam mastercard milik Ayahandanya untuk booking pesawat. Searching, booking, Processing dan akhirnya yup….berhasil!. Yeah…Aku telah booking pesawat. Hatiku tersenyum melihat tiket konfirmasi pemesanan telah terkirim ke emailku. “Akhirnya ya Rab…terimakasih banyak….mimpiku..aku datang.” Batinku.

Senin, 3 Desember 2012. Pagi itu aku datangi kantor Imigrasi. Wa…ternyata untuk ngambil passport tidak perlu antri panjang lagi. Aku tinggal menunjukkan kertas tanda bukti dan sip..selesai. Subhanallah…ini untuk pertama kalinya seumur hidup aku megang dan punya passport. Aku bolak-balik mengecek passportku. Sip…semua beres dan tidak ada kesalahan. Aku tinggalkan kantor imigrasi itu dengan senyuman. Sungguh…orang-orang didalamnya itu benar-benar berjasa membantuku. Aku bersyukur, ternyata tidak semuanya bermata duitan. Buktinya mereka ikhlas membantuku tanpa meminta imbalan sedikitpun.

Aku kembali ke kampus dan menuju jurusan. Setelah menyelesaikan surat ijin dan semuanya, aku memohon pamit dan doa kepada beliau-beliau yang telah membantuku selama ini. Hari terakhir itupun kembali diturunkanNya keberuntungan. Beberapa dosen memberiku uang saku dan itu sungguh menolongku. Dengan tambahan uang itu, aku semakin optimis bisa hidup selama disana nanti. Bu Tiwi, Bu Evi, Bu Anna dan terakhir Bu Budi. Ya..Rab..Mereka memang sosok-sosok yang luar biasa. Sungguh aku beruntung bertemu dengan mereka.

Satu, dua, tiga, empat, semua telah siap dan waktunya berpetualang. Sore itu…menjadi awal kisah petualanganku. Perjuangan yang sungguh luar biasa itu akhirnya mengantarkanku semakin mendekati mimpi besarku. Sore itu aku berdiri di stasiun Lempuyangan dengan atribut ala backpacker. Seperti biasanya, tetap dia yang ada disampingku dan menemaniku hingga titik itu kami harus berpisah untuk sementara waktu. Aku tatap langit sore itu dengan mengucap doa dan syukur. Huft…finally… I’ll go…Ya… I’m ready…must be ready.. “Ya Rab….saksikanlah…Engkau memang Maha Tau segala isi hati. Dan Engkau memberi apa yang ku butuhkan, bukan apa yang ku inginkan. Engkau bayar perjuangan dengan keindahan. Apapun yang telah dan akan terjadi nanti, semua karena Engkau dan hamba pasrah. Ijinkan hamba menggapai mimpi besar itu dan berilah hamba keselamatan hingga kembali menginjak tanah ini. Bapak-Ibu, isma mohon pamit. Dream, I’ll come.” Keberangkatan Progo membangunkanku dari lamunanku. Aku Berangkat….

Yah…itu lah rentetan cerita yang ku alami hingga akhirnya berakhir manis. Sungguh pengalaman yang mengajarkanku akan arti kesabaran dan pantang menyerah. Akhirnya aku bisa juga menghadiri konferensi itu. Ini adalah pengalaman pertamaku di ajang internasional.  Sebuah penghargaan dariNya yang begitu indah dan akan ku kenang seumur Hidup. Demikian sidang pembaca kisah ini aku tulis. Bukan untuk menyombongkan diri akan tetapi hanya ingin mencoba berbagi. Semoga dapat menghibur atau atau terlebih bisa memberikan manfaat. Terimakasih atas perhatian dan kerelaan untuk membaca. Tunggu cerita kisah petualanganKu di negeri Orang....hehe...salam :)
 

   


Panggilan Itu Datang

Selasa, 15 Januari 2013


Sabtu, 12 Januari 2013 menjadi salah satu hari bersejarah dalam hidupku. Kembali salah satu mimpi besar di tembok kamar kost itu tercoret sudah. Panggilan itu kini datang menghadapkanku pada amanah yang luar biasa. Panggilan itu datang dari BSG UNY (Biospeleology Studien Gruppen), salah satu Badan Semi Otonom (BSO) HIMABIO FMIPA UNY. Organisasi pertama yang memberiku kesempatan mengemban amanah besar menjadi seorang KEPALA.
Musyang (musyawarah anggota) BSG UNY yang dilakukan di BBC (BIONIC BASE CAMP) hari itu menghasilkan keputusan yang menakjubkan. Setelah Laporang pertanggungjawaban pengurus BSG UNY periode 2012 dan diakhiri dengan demisioner pengurus, dilanjutkan dengan acara pemilihan ketua BSG UNY untuk periode 2013. Dalam pemilahan itu, namaku turut serta diusulkan oleh forum yang dihadiri oleh anggota BSG UNY untuk maju menjadi calon Ketua.
Proses pemilihan itu berlangsung amat lama. Dimulai dari penentuan prasayarat  hingga seleksi nama dari jumlah 7 nama hingga berakhir ke 2 nama. Cukup menakjubkan ketika namaku masih dipercaya masuk dalam 2 kandidat yang tersisa. Setelah tertinggal 2 nama, proses penentuan benar-benar memakan waktu yang cukup lama.  Kami 2 nama yang tersisa diminta untuk keluar forum dan berdiskusi, sedangkan forum akan menentukan siapakah dari kami yang akan mengemban amanah itu.
Setalah menunggu hampir 2.5 jam, akhirnya forum telah mengambil keputusan. Entah berdasarkan apa, forum diluar dugaan menunjukku untuk mengemban amanah itu. Sempat terbesit dalam pikirku rasa ragu karena aku masih termasuk anggota baru dalam organisasi ini. Ilmuku di bidang ini pun juga dapat dibilang masih sangat-sangat dasar. Keraguan itu sempat membuatku merasa bimbang dan dilemma. Akan tetapi akhirnya aku terima tantangan itu. Tugas dan amanah besar kini ada di pundakku. Aku kini akan merasakan bagaimana memimpin sebuah organisasi. Meski aku masih terlalu bodoh untuk ini, tapi aku bertekad untuk belajar dan aku akan berusaha semampuku untuk berbuat yang terbaik bagi organisasi ini. Setahun kedepan adalah waktu yang diberikan untukku berbuat sesuatu di organisasi ini. Semoga aku dan teman-teman dibelakangku di kepengurusan BSG UNY 2013 mampu membawa organisasi ini ke posisi yang lebih baik. Dan aku selalu percaya kami mampu untuk itu. Ini adalah organisasi yang telah banyak berjasa untukku. Karena organisasi ini aku bisa mewujudkan mimpi-mimpiku yang lain. Oleh karena itu aku akan berusaha semampuku. Semoga aku tidak mengecewakan mereka. Bismillah......Perjuangan kini resmi dimulai. SALAM BIOSPEL!  

Flowers

Flowers
The beauty Arachnis

Serangga galau

Serangga galau
The Romantic Insect

Amblyphigi

Amblyphigi
Salah satu biota penghuni ekosistem Gua
 

Browse