Motor kami kendalikan menyusuri
jalan yang kami sendiri belum tahu akhir dari tujuan jalan itu. Hanya berbekal
arah yang di tunjukkan oleh salah satu tukang parkir di telaga Warna kami terus
lalui jalan itu untuk mencapai bukit si kunir yang di bilang orang-orang
sekitar sering dipakai buat camping. Terus kami lalui jalan itu hingga kami
sampai di akhir jalan. Jalan itu membawa kami ke sebuah tanah lapang yang di
sampingnya terdapat bukit-bukit dan tempat itu tak jauh dari pemukiman warga.
Bingung masih menyelimuti kami saat itu. Akhirnya kami memutuskan untuk
bertanya kepada seorang warga yang sedang berkebun. Ada peristiwa konyol saat
kami hendak bertanya kepada warga tersebut. Jarot yang ketika itu bertanya
tentang bagaimana mendapatkan ijin untuk dapat camping di sekitar tempat
tersebut. Mendapat jawaban yang aneh dan ngaco dari warga tersebut. Kami
diminta uang 50rb hanya untuk menitipkan sepeda motor kami saat itu. Melihat
kami yang kebingungan, beruntung ada seorang warga lainya yang saat itu sedang
memancing menghampiri kami. Beliau menjelaskan bahwa orang yang tadi ditanyain
jarot adalah orang agak nga’ waras alias “stress”. Hahaha…sungguh kegejean kami
saat itu dan tak menyangka. Pantas tingkah dan ucapan orang itu sangat aneh,
untung ada bapak ini yang memberitahu kami.haha…
Beruntung…begitulah nasib kami
setelah bertemu dengan bapak yang memancing tadi. Dengan sifat ramah dan
bijaksana beliau membawa kami kesuatu rumah warga yang ada di desa tersebut.
Ternyata rumah tersebut adalah rumah adik dari bapak tersebut. Dirumah itulah
biasanya para wisatawan menitipkan motor selama mereka camping. Ramah, supel,
ikhlas, penolong, dan religius. Begitulah sedikit gambaran mengenai warga desa
tersebut. Termasuk pemilik romah penitipan motor tersebut. Disana kami disambut
bak tamu istimewa. Suasana yang sangat dingin menghangat ketika mereka mengajak
kami menghangatkan diri di rumah mereka. Adalah Anglo lengkap dengan bara api
yang menjadi wajib bagi warga desa disana tandas Bapak pemilik rumah. Anglo
dengan bara api digunakan warga sebagai penghangat tubuh tatkala hawa dingin
menyelimuti. Sungguh ramah dan bersahabat keluarga bapak itu. Bahkan kami
sempat di suguhi air teh hangat dan camilan oleh mereka. Yang menakjubkan lagi
ketika ibu dari keluarga itu menyuguhi kami makan. Nasi putih hangat, tempe
garit dan sayur kentang segar asli hasil tanah sendiri sungguh menggoda perut
kami yang memberontak karena kelaparan waktu itu. Kami berusaha menolak tawaran
dari ibu itu karena kami menilai mereka telah begitu baik kepada kami. Namun
ibu it uterus mendesak kami untuk makan. Bahkan ibu itu sempat mengambilkan
kami nasi ke piring. Melihat itu pun kami terdiam dan dalam hati merasa senang
akan merasakan sayur kentang segar itu. Namun ketika semua terdiam dan telah
menanti makanan itu di berikan kepada kami, Udin tetap bersikukuh dan
mengatakan kepada ibu itu “Mbotensah….bu….mbotensah….mbotensah…ngrepoti…..”
mendengar pernyataan udin itu sontak membuat ibu itu berhenti mengambilkan nasi
dan mengembalikan nasi yang telah di ambilnya ke Magic gar. Melihat itu aku,
jarot, dan pras terdiam dan saling pandang sambil mengkritik soikap udin
itu.hahaha. Sedikit menyesal memang karena kami tak jadi merasakan enaknya
hidangan sayur kentang itu. Cita-cita makan kentang sore itu musnah sudah.hehe.
Penolong, kata yang pantas untuk
keluarga itu. Bagaimana tidak, selain mereka menerima kami sebagai tamu dengan
baik. Mereka pun juga menunjukkan kepada kami tempat berkemah yang terkenal
itu. Yakni di bukit Si Kunir yang tak jauh dari desa itu. Mereka meminjami kami
anglo beserta areng untuk memasak ketika kami di Si Kunir, mereka pun juga
meminjami kami senter yang kami gunakan sebagai penerang perjalanan kami menuju
si Kunir, mereka pun juga memberikan gambaran dan arahan tentang apa itu Si Kunir
dan bagaimana mencapainya dan banyak sekali info tentang dieng yang kami dapat
dari keluarga itu.
Hari mulai gelap sore itu. Adzan
Maghrib berkumandang, kami pun bergegas menuju masjid untuk melaksanakan ibadah
shalat maghrib. Sungguh menakjubkan yang kami temui di sana, keadaan desa yang
semula cukup ramai terhenti berganti menjadi sunyi ketika waktu shalat datang.
Hampir seluruh warga berbondong-bondong menuju masjid untuk melaksanakan ibadah
shalat secara berjamaah. Kekentalan agama Islam di desa itu memang cukup
terasa. Selain warganya yang sangat religius, di desa itu juga banyak sekali
terdapat masjid. Hem….keadaan ini sungguh sulit di temui di kota-kota besar
kan. Kami sangat merasakan kedamaian dan kenyamanan berada di sekitar
orang-orang yang religius itu. Ibadah shalat isya pun kami jamak saat itu juga
karena setelah itu kami akan segera naik ke Si Kunir.
Setelah kami shalat, kami
bergegas kembali menuju rumah penitipan motor dan segera bersiap diri untuk
berangkat mendaki Si Kunir. Setelah kami berpamitan kepada keluarga itu, kami
segera melangkahkan kaki meuju Si Kunir berbekal senter dan arah yang di
jelaskan oleh keluarga itu untuk mencapai puncak Si Kunir.
Sungguh pendakian yang tak mudah
untuk menuju puncak si Kunir. Jalan yang gelap gulita saat itu, licin dan
menanjak tajam kami lalui bersama. Nafas kami sempat sesak yang mengindikasikan
bahwa kadar oksigen di daerah itu cukup tipis membuat hidung kami gatal dan
sempat piulek. Dingin tetap kami rasakan sepanjang pendakian itu. Di sepanjang
jalan kami melihat kearah bawah terdapat pemandangan yang luar biasa.
Lampu-lampu dari desa-desa terlihat bak bintang yang berkelipan di lihat dari
atas. Setelah melalui pendakian selama kurang lebih 2jam lamanya, akhirnya tibalah
kami di puncak Si Kunir. Ternyata di puncak itu kami tak sendiri. Cukup banyak
orang yang saat itu juga camping di puncak Si Kunir. Beruntung bagi kami tidak
sendirian di atas bukit itu. Setelah sejenak beristirahat, bergegas kami
mengeluarkan tenda pinjaman kami.hehe..kami selanjutnya mendirikan tenda itu.
Kembali..kami temui orang-orang baik walaupun di pucuk bukit. Ya…kami mendapat
teman-teman baru disana yakni orang-orang yang juga camping di tempat itu.
Mereka kebanyakan berasal dari wonosobo. Mereka bersama membantu kami saat
mendirikan tenda. Setelah tenda berdiri, selanjutnya kami mulai memikirkan
nasib perut kami. Ya…kami mulai menyalakan api untuk memasak. Ternyata untuk
menyalakan bara api tak semudah yang kami kira. Butuh waktu lama nyatanya
hingga bara api itu benar-benar menyala. Angin yang cukup kencang cukup
merepotkan proses pembuatan bara api itu. Setelah bara api siap, segera kami
memasak. Mie…adalah menu santapan kami malam itu. Setelah cukup kenyang makan
mie. Kami memutuskan untuk beristirahat. Saat itu kami cukup galau karena tak
adanya signal disana. Membuat cewe2 kami galau dan kami pun juga
galau.hahaha…sedih…. Hah…..tidurku malam
itu tak nyenyak. Aku kebagian tidur di paling samping. Sungguh dingin sekali.
Angin bertiup begitu kencang membuatku semakin susah tidur. Baru sekitar jam1
aku meminta udin bergantian posisi. Setelah aku tidur ditengah ternyata cukup
hangat dan akhirnya aku pun bisa terlelap.
Tak terasa adzan subuh telah
berkumandang…kami lekas terbangun. Sengaja kami bangun pagi-pagi untuk menikmati
keindahan sunrise pagi itu. Sholat subuh pagi itu terasa amat berbeda, selain
di tenda kami juga berwudhu dengan embun pagi.hahaha…sesuatu banget yah…setelah
shlat kami pun segera menanak nasi dan mempersiapkan makanan untuk sarapan
sambil kami menanti datangnya sunrise. Begitu luar biasa pemandangan pagi itu
ketika sinar matahari mulai muncul menyinari tempat itu. Sungguh indah dan
mempesona ketika kami melihat di sekitar kami. Terlihat gung sindoro, sumbing,
bahkan merapi pun cukup tampak dari sana. Awan-awan menghiasi gunung-gunung
itu. Sunrise semakin menambah keindahan pagi itu. Sungguh bagai negeri diatas
awan. Puncak Si Kunir sungguh tempat yang luar biasa. Penasaran kayak apa
suasana pagi itu…mari kita tengok jepretan kami pagi itu….
Bagaimana???Luar biasa indahnya
kan..hehe..kami pun terkagum dengan keindahan yang ada.
Setelah puas menikmati keindahan
itu, kami pun memutuskan untuk turun. Setelah beres-beres kami pun mulai
menuruni bukit nan indah itu. Sungguh baru pertama kali aku melihat pemandangan
dari ketinggian yang seindah itu. Perjalanan kami menuruni bukit pun tak kalah
menarik. Sepanjang jalan kami dapat melihat tanaman-tanaman yang tumbuh subur
dan hijau. Sepanjang jalan itu pula kami melihat kentang.haha..cita-cita yang
tertunda untuk memakannya.hehe. Setelah mengambil mengembalikan anglo dan
senter, serta mebayar uang parkir yang seikhlasnya. Kami langsung cabut menuju
ke objek selanjutnya.
Kompleks candi…adalah objek yang
selanjutnya kami datangi. Sesuai dugaan..emang nyatanya disana ada
candi.hehe..Selain Candi yang cukup menarik, disana aku pun mendapatkan
bunga-bunga yang cukup indah yang hidup di kawasan candi itu. Di kawasan Candi
itu juga akhirnya kami bisa merasakan rasanya buah carica khas dieng yang
ternyata rasanya asam kecut dan jauh dari duggan kami. Cara makanya pun juga
aneh, yaitu yang dimakan bukan daging buahnya tapi bijinya.ckckckc...Gak nyesel
Cuma beli satu buah harga seribu..hehe. Disana juga kami membeli oleh-oleh yang
berupa Carica juga, namun yang ini udah dalam kemasan dan berupa manisan.
Setelah kami merasa puas dengan
kegilaan kami di kompleks dieng…Akhirnya kami memutuskan untuk
menyudahinya..Kami akhirnya pulang…Eitz….Perjalanan kami pulang ternyata
menyajikan kejadian konyol dan menyedihkan juga loh….Tunggu cerita selanjutnya
yah…Visit again.. thanks for your visitJ
0 komentar:
Posting Komentar