Beauty memories of dieng Part 4

Minggu, 29 Januari 2012

         Motor kami kendalikan menyusuri jalan yang kami sendiri belum tahu akhir dari tujuan jalan itu. Hanya berbekal arah yang di tunjukkan oleh salah satu tukang parkir di telaga Warna kami terus lalui jalan itu untuk mencapai bukit si kunir yang di bilang orang-orang sekitar sering dipakai buat camping. Terus kami lalui jalan itu hingga kami sampai di akhir jalan. Jalan itu membawa kami ke sebuah tanah lapang yang di sampingnya terdapat bukit-bukit dan tempat itu tak jauh dari pemukiman warga. Bingung masih menyelimuti kami saat itu. Akhirnya kami memutuskan untuk bertanya kepada seorang warga yang sedang berkebun. Ada peristiwa konyol saat kami hendak bertanya kepada warga tersebut. Jarot yang ketika itu bertanya tentang bagaimana mendapatkan ijin untuk dapat camping di sekitar tempat tersebut. Mendapat jawaban yang aneh dan ngaco dari warga tersebut. Kami diminta uang 50rb hanya untuk menitipkan sepeda motor kami saat itu. Melihat kami yang kebingungan, beruntung ada seorang warga lainya yang saat itu sedang memancing menghampiri kami. Beliau menjelaskan bahwa orang yang tadi ditanyain jarot adalah orang agak nga’ waras alias “stress”. Hahaha…sungguh kegejean kami saat itu dan tak menyangka. Pantas tingkah dan ucapan orang itu sangat aneh, untung ada bapak ini yang memberitahu kami.haha…

            Beruntung…begitulah nasib kami setelah bertemu dengan bapak yang memancing tadi. Dengan sifat ramah dan bijaksana beliau membawa kami kesuatu rumah warga yang ada di desa tersebut. Ternyata rumah tersebut adalah rumah adik dari bapak tersebut. Dirumah itulah biasanya para wisatawan menitipkan motor selama mereka camping. Ramah, supel, ikhlas, penolong, dan religius. Begitulah sedikit gambaran mengenai warga desa tersebut. Termasuk pemilik romah penitipan motor tersebut. Disana kami disambut bak tamu istimewa. Suasana yang sangat dingin menghangat ketika mereka mengajak kami menghangatkan diri di rumah mereka. Adalah Anglo lengkap dengan bara api yang menjadi wajib bagi warga desa disana tandas Bapak pemilik rumah. Anglo dengan bara api digunakan warga sebagai penghangat tubuh tatkala hawa dingin menyelimuti. Sungguh ramah dan bersahabat keluarga bapak itu. Bahkan kami sempat di suguhi air teh hangat dan camilan oleh mereka. Yang menakjubkan lagi ketika ibu dari keluarga itu menyuguhi kami makan. Nasi putih hangat, tempe garit dan sayur kentang segar asli hasil tanah sendiri sungguh menggoda perut kami yang memberontak karena kelaparan waktu itu. Kami berusaha menolak tawaran dari ibu itu karena kami menilai mereka telah begitu baik kepada kami. Namun ibu it uterus mendesak kami untuk makan. Bahkan ibu itu sempat mengambilkan kami nasi ke piring. Melihat itu pun kami terdiam dan dalam hati merasa senang akan merasakan sayur kentang segar itu. Namun ketika semua terdiam dan telah menanti makanan itu di berikan kepada kami, Udin tetap bersikukuh dan mengatakan kepada ibu itu “Mbotensah….bu….mbotensah….mbotensah…ngrepoti…..” mendengar pernyataan udin itu sontak membuat ibu itu berhenti mengambilkan nasi dan mengembalikan nasi yang telah di ambilnya ke Magic gar. Melihat itu aku, jarot, dan pras terdiam dan saling pandang sambil mengkritik soikap udin itu.hahaha. Sedikit menyesal memang karena kami tak jadi merasakan enaknya hidangan sayur kentang itu. Cita-cita makan kentang sore itu musnah sudah.hehe.

             Penolong, kata yang pantas untuk keluarga itu. Bagaimana tidak, selain mereka menerima kami sebagai tamu dengan baik. Mereka pun juga menunjukkan kepada kami tempat berkemah yang terkenal itu. Yakni di bukit Si Kunir yang tak jauh dari desa itu. Mereka meminjami kami anglo beserta areng untuk memasak ketika kami di Si Kunir, mereka pun juga meminjami kami senter yang kami gunakan sebagai penerang perjalanan kami menuju si Kunir, mereka pun juga memberikan gambaran dan arahan tentang apa itu Si Kunir dan bagaimana mencapainya dan banyak sekali info tentang dieng yang kami dapat dari keluarga itu.

              Hari mulai gelap sore itu. Adzan Maghrib berkumandang, kami pun bergegas menuju masjid untuk melaksanakan ibadah shalat maghrib. Sungguh menakjubkan yang kami temui di sana, keadaan desa yang semula cukup ramai terhenti berganti menjadi sunyi ketika waktu shalat datang. Hampir seluruh warga berbondong-bondong menuju masjid untuk melaksanakan ibadah shalat secara berjamaah. Kekentalan agama Islam di desa itu memang cukup terasa. Selain warganya yang sangat religius, di desa itu juga banyak sekali terdapat masjid. Hem….keadaan ini sungguh sulit di temui di kota-kota besar kan. Kami sangat merasakan kedamaian dan kenyamanan berada di sekitar orang-orang yang religius itu. Ibadah shalat isya pun kami jamak saat itu juga karena setelah itu kami akan segera naik ke Si Kunir.
Setelah kami shalat, kami bergegas kembali menuju rumah penitipan motor dan segera bersiap diri untuk berangkat mendaki Si Kunir. Setelah kami berpamitan kepada keluarga itu, kami segera melangkahkan kaki meuju Si Kunir berbekal senter dan arah yang di jelaskan oleh keluarga itu untuk mencapai puncak Si Kunir.

               Sungguh pendakian yang tak mudah untuk menuju puncak si Kunir. Jalan yang gelap gulita saat itu, licin dan menanjak tajam kami lalui bersama. Nafas kami sempat sesak yang mengindikasikan bahwa kadar oksigen di daerah itu cukup tipis membuat hidung kami gatal dan sempat piulek. Dingin tetap kami rasakan sepanjang pendakian itu. Di sepanjang jalan kami melihat kearah bawah terdapat pemandangan yang luar biasa. Lampu-lampu dari desa-desa terlihat bak bintang yang berkelipan di lihat dari atas. Setelah melalui pendakian selama kurang lebih 2jam lamanya, akhirnya tibalah kami di puncak Si Kunir. Ternyata di puncak itu kami tak sendiri. Cukup banyak orang yang saat itu juga camping di puncak Si Kunir. Beruntung bagi kami tidak sendirian di atas bukit itu. Setelah sejenak beristirahat, bergegas kami mengeluarkan tenda pinjaman kami.hehe..kami selanjutnya mendirikan tenda itu. Kembali..kami temui orang-orang baik walaupun di pucuk bukit. Ya…kami mendapat teman-teman baru disana yakni orang-orang yang juga camping di tempat itu. Mereka kebanyakan berasal dari wonosobo. Mereka bersama membantu kami saat mendirikan tenda. Setelah tenda berdiri, selanjutnya kami mulai memikirkan nasib perut kami. Ya…kami mulai menyalakan api untuk memasak. Ternyata untuk menyalakan bara api tak semudah yang kami kira. Butuh waktu lama nyatanya hingga bara api itu benar-benar menyala. Angin yang cukup kencang cukup merepotkan proses pembuatan bara api itu. Setelah bara api siap, segera kami memasak. Mie…adalah menu santapan kami malam itu. Setelah cukup kenyang makan mie. Kami memutuskan untuk beristirahat. Saat itu kami cukup galau karena tak adanya signal disana. Membuat cewe2 kami galau dan kami pun juga galau.hahaha…sedih….  Hah…..tidurku malam itu tak nyenyak. Aku kebagian tidur di paling samping. Sungguh dingin sekali. Angin bertiup begitu kencang membuatku semakin susah tidur. Baru sekitar jam1 aku meminta udin bergantian posisi. Setelah aku tidur ditengah ternyata cukup hangat dan akhirnya aku pun bisa terlelap.

           Tak terasa adzan subuh telah berkumandang…kami lekas terbangun. Sengaja kami bangun pagi-pagi untuk menikmati keindahan sunrise pagi itu. Sholat subuh pagi itu terasa amat berbeda, selain di tenda kami juga berwudhu dengan embun pagi.hahaha…sesuatu banget yah…setelah shlat kami pun segera menanak nasi dan mempersiapkan makanan untuk sarapan sambil kami menanti datangnya sunrise. Begitu luar biasa pemandangan pagi itu ketika sinar matahari mulai muncul menyinari tempat itu. Sungguh indah dan mempesona ketika kami melihat di sekitar kami. Terlihat gung sindoro, sumbing, bahkan merapi pun cukup tampak dari sana. Awan-awan menghiasi gunung-gunung itu. Sunrise semakin menambah keindahan pagi itu. Sungguh bagai negeri diatas awan. Puncak Si Kunir sungguh tempat yang luar biasa. Penasaran kayak apa suasana pagi itu…mari kita tengok jepretan kami pagi itu….







Bagaimana???Luar biasa indahnya kan..hehe..kami pun terkagum dengan keindahan yang ada.

            Setelah puas menikmati keindahan itu, kami pun memutuskan untuk turun. Setelah beres-beres kami pun mulai menuruni bukit nan indah itu. Sungguh baru pertama kali aku melihat pemandangan dari ketinggian yang seindah itu. Perjalanan kami menuruni bukit pun tak kalah menarik. Sepanjang jalan kami dapat melihat tanaman-tanaman yang tumbuh subur dan hijau. Sepanjang jalan itu pula kami melihat kentang.haha..cita-cita yang tertunda untuk memakannya.hehe. Setelah mengambil mengembalikan anglo dan senter, serta mebayar uang parkir yang seikhlasnya. Kami langsung cabut menuju ke objek selanjutnya.
Kompleks candi…adalah objek yang selanjutnya kami datangi. Sesuai dugaan..emang nyatanya disana ada candi.hehe..Selain Candi yang cukup menarik, disana aku pun mendapatkan bunga-bunga yang cukup indah yang hidup di kawasan candi itu. Di kawasan Candi itu juga akhirnya kami bisa merasakan rasanya buah carica khas dieng yang ternyata rasanya asam kecut dan jauh dari duggan kami. Cara makanya pun juga aneh, yaitu yang dimakan bukan daging buahnya tapi bijinya.ckckckc...Gak nyesel Cuma beli satu buah harga seribu..hehe. Disana juga kami membeli oleh-oleh yang berupa Carica juga, namun yang ini udah dalam kemasan dan berupa manisan.



         Setelah kami merasa puas dengan kegilaan kami di kompleks dieng…Akhirnya kami memutuskan untuk menyudahinya..Kami akhirnya pulang…Eitz….Perjalanan kami pulang ternyata menyajikan kejadian konyol dan menyedihkan juga loh….Tunggu cerita selanjutnya yah…Visit again.. thanks for your visitJ    

0 komentar:

Posting Komentar

Flowers

Flowers
The beauty Arachnis

Serangga galau

Serangga galau
The Romantic Insect

Amblyphigi

Amblyphigi
Salah satu biota penghuni ekosistem Gua
 

Browse